Minggu, 24 Oktober 2010

Masjid Dengan 100.000 pahala…

Sebelum berangkat aku sudah melakukan berbagai upaya medis untuk menunda datangnya menstrusi. Ternyata Allah SWT berkehendak lain, obat itu tak mampu menghalangi “tamu bulanan”. Kendati merupakan berkah bagi perempuan untuk beristirahat, hati tetap merasa sedih karena tidak dapat segera beribadah di masjid.

Aisyah RA pun pernah bersedih takala ibadah terhalang mens. Rasullulah suatu mendapatinya sedang menangis
”Apakah engkau sedang nifas (maksudnya sedang haid)?”
”Benar”, ujar Aisyah RA
Sabda Rasullulah : ”Itu merupakan sesuatu yang sudah ditetapkan Allah terhadap golongan putri dari anak cucu Adam. Oleh karena itu kerjakanlah apa yang menjadi kewajiban pelaksanaan haji, tetap engkau tidak boleh thawaf sebelum mandi terlebih dahulu”.

Aku dapat menerima bahwa setiap perempuan normal memang harus menstruasi dalam setiap bulannya. Aku terus memohon pada Allah agar segera ’bersih” sehingga dapat segera mensucikan diri. Dalam hamparan doaku, tiba-tiba pikiran tersentak. Rasa malu menjalar ke relung hati. Ya Allah...selama ini setiap akhir menstrusasi sering mengulur-ulur waktu untuk mandi wajib. Aku istighfar memohon ampun pada Allah SWT. ”Ya...Allah, ampunilah hambaMu yang sering lalai ini. Tolonglah hamba, betapa hamba rindu untuk beribadah di masjidmu yang agung”.

Satu dua hari menstruasi masih keluar. Kendati banyak yang berhalangan, tinggal di maktab tidak membuat gembira. Hari ketiga usai shalat dzuhur suamiku pulang dari Harram membawa sebotol kecil air zamzam ”Bunda minum air zamzam ini, insyallah nanti malam sudah bisa ke mesjid. Perbanyak isthigfar”, ujarnya.

Seperti biasanya aku meyakini setiap kata-katanya karena dalam banyak hal suamiku memiliki kepekaan dalam mempergunakan indra keenamnya. Diawali basmallah pelan kuteguk air tersebut. Sejak tiba waktu Ashar, aku bolak-balik ke kamar mandi. Ditunggu sampai Maghrib, alhamdullilah sudah bersih. Aku segera mandi wajib dengan antusias. Padahal biasanya, hari mestruasi paling cepat membutuhkan waktu 5 - 7 hari. Dengan ridha Allah, 3 hari saja sudah bersih sehingga dapat segera pergi ke masjid.

Seperti anak kecil yang kegirangan, seusai makan malam aku menunggu suami yang akan menemani thawaf qudum. Jalanan menuju mesjid, dipenuhi lautan manusia dari berbagai ras. Mayoritas berbaju ihram. Sambil berjalan tertib kami bebaur dalam lautan manusia. Mulut tak lekang mengucap talbiyah berbaur dengan ucapan serupa dari rombongan lain. Dalam keragaman bahasa dan warna, dalam perbedaan fisik dan adat istiadat, setiap jamaah menganggungkan Allah SWT dalam bahasa yang sama ”Labbaik Allahumma Labaik...”

Kontur jalan yang naik turun tidak menyurutkan antusias menuju Harram. Saking bersemangatnya kakiku sering terantuk kaki jamaah lain. Suamiku mengingatkan untuk sabar.

Subhanallah....masjid megah itu sudah ada di hadapan mata. Keagungannya ke seluruh jiwa, menyelusuri relung hati dan menimbulkan getaran yang luar biasa. ”Ya Allah engkau sumber keselamatan dan daripadamulah datangnya keselamatan dan kepadaMu kembalinya keselamatan. Maka hidupkanlah kami wahai Allah dengan selamat sejahtera. Masukanlah kami dalam surga negeri keselamatan”.
Rasa takjub yang kurasakan tidak berbeda dengan perasaan ketika pertama menginjakkan kaki di tanah kelahiran junjunan kita Nabi Muhammad SAW. “Ya Allah aku datang kembali ke baitullahMu”.

Masjid Harram tujuan utama setiap muslimin terkait dengan kemuliaan dan keutamaan yang dimilikinya. Dari Abu Dzar diriwayatkan bahwa masjid Harram merupakan masjid pertama yang dibangun di muka bumi.

Abu Dzar pernah bertanya, ”Wahai Rasulullah, masjid apakah yang dibangun pertama kali di muka bumi ini?”
Rasulullah menjawab, ”Masjidil Harram.”
Abu Dzar kembali bertanya ”Lalu masjid apa lagi?”,
Sang kekasih Allah kembali menjawab, ”Masjidil Aqsa.”
”Berapa lama antara keduanya?” timpal Abu Dzar.
”Empat puluh tahun”.

Dahulu masjid Harram tidak bertembok, tetapi dikelilingi oleh rumah-rumah penduduk. Perbaikan terus dilaksanakan oleh setiap khalifah. Luas lantai atas dan lantai bawah masing-masing 8.000 m2 dengan 90-an pintu dan sejumlah terowongan dari semua jurusan. Setiap terowongan dilengkapi toilet dan tempat berwudhu. Luas areal masjid, atap dan halaman seluas 328.000 m2 yang dapat mengakomodasikan 730.000 orang sholat.

Bangunan masjid memiliki menara setinggi 89 meter dengan desain dan material yang seragam. Setiap lantai bangunan memiliki 492 tiang yang semuanya dilapisi dengan marmer dengan tinggi 4,3 meter untuk lantai dasar dan 4,7 meter untuk lantai pertama. Dasar tiang-tiang berbentuk segi enam. Masjid Al-Harram terdiri dari 3 lantai ; lantai bawah tanah tingginya 4 meter, lantai dasar dan lantai satu masing-masing setinggi 10 meter. Pada musim haji atau bulan ramadhan jamaah memenuhi masjid sampai di tingkat paling atas.

Masjid dihiasi kubah setinggi 13 meter dengan jendela di sekelilingnya. Bentuk luar kubah-kubah ini sama dengan kubah-kubah yang telah ada.

Raja Fahd bin Abdul Aziz yang melakukan pengembangan horizontal dari lantai-lantai yang sudah ada : ruang bawah tanah, lantai dasar, lantai satu dan atap. Ruangan bawah tanah diperlengkapi dengan ventilasi udara. Sementara itu lantai dasar dan lantai satu berada di atas permukaan tanah. Ventilasi udaranya dibuat alami melalui jendela yang saling berlawanan.

Saat ini Masjid Harram memiliki pintu dengan nama tersendiri yaitu pintu Shafa, Darul Arqam, All, Abbas, Nabi, Babussalam, Bani Syaibah, Huju, Mudda'a, Ma'ala , Marwaht, Quraisy, Afqodisiyah, Oziz Thuwa, Umar Abdul Aziz, Murod, Hudaibiyah, Babussalam Jahid, Garoroh, Alfatah, Faruq Umar, Nadwah, Syamsiyah, Al-Qudus, Umrah, Madinah Munawarah, Abubakar Sidiq, Hijrah, Umi Hani, Ibrahim, Wada, Malik Abdul Aziz, Alyad, Bilal, Hunsisni, Ismail.

Untuk fasilitas jalan masuk ke lantai disediakan 7 eskalator yang tersebar di penjuru masjid. Setiap eskalator berkapasitas 15.000 orang per jam. Selain itu terdapat 8 buah tangga.

Kendati puluhan akses pintu masuk tersebar untuk jamaah masuk, pada jam-jam shalat di setiap pintu masuk tetap berdesak-desakan. Bahkan jamaah meluber sampai ke pelataran-pelatarannya. Jubelan manusia semakin terhambat oleh askar-askar yang memeriksa bawaan jamaah. Kamera, benda-benda tajam dan handphone tidak boleh dibawa masuk.

Subhanallah…ya Allah terimakasih hambaMu yang penuh dosa ini berkesempatan untuk shalat dan beribadah di masjidil Harram, masjid yang dirindukan muslim di seluruh dunia. Bagaimana tidak, banyak kemuliaan yang Allah tempatkan di masjid yang agung ini. Sebut saja Ka'bah, Maqam Ibrahim, Hijr Ismail, sumur Zamzam dan tempat Sa'i. Dengan berbagai keistimewaan itulah, Masjidil Harram memiliki tempat tersendiri di kalangan umat Muslim se-dunia. Hal ini juga ditegaskan oleh Rasulullah, yang bersabda, ''Shalat di masjidku (Masjid Nabawi) ini adalah 1.000 kali lebih utama dari shalat di masjid lainnya, kecuali di Masjidil Harram. Karena shalat di Masjidil Harram lebih utama 100.000 kali daripada shalat di masjid lain”.
Sempat terbersit dalam pikiran, kalaulah Allah SWT hanya melipatgandakan pahala beribadah di tanah Harram, bagaimana dengan mereka yang tidak memiliki kemampuan ekonomis untuk datang ke sini? Aku meyakini Allah SWT maha rahman maha rahiim, ibadah tidak semata-mata ditentukan oleh tempatnya namun juga diukur dari kekhusuan dan kecintaan kepadaNya. Surga hak semua mahluk, siapapun mereka, tanpa harus memupuk nilai beribu-ribu lipatan dalam ibadah, niscaya tetap memperoleh kesempatan yang sama.

”Ya Allah betapa kemurahanMu membuat kami beroleh kesempatan berlimpah rahmatMu. Ya Allah jagalah agar ibadahku di baitullahMu semata-mata karena aku mencintaimu bukan mengejar pahala yang engkau janjikan”. Aku terus beristhighfar dan memanjatkan doa, memohon perlindungan agar hati dan pikiran terjaga.

Kami mulai melangkah memasuki pelataran masjid dengan jiwa serasa melayang, tubuh rasanya menjadi meriang, perasaan berkecamuk dalam campuran rasa yang aneh. Kebahagiaan oleh rasa syukur kepada Allah SWT yang memberikan umur dan melapangkan rezeki sehingga kembali ke baitullah. Upuk mataku semakin menghangat. Tak dapat dibendung air mataku mudah sekali bercucuran.

Sesuai dengan contoh Nabi, kami masuk masjid dari pintu Babussalam yang letaknya berhadapan dengan tempat tinggal nabi. Melintasi tempat sa’i kami langsung ke tengah tempat ka’bah berada. Tak lekang mulut mengucap talbiyah dan wirid bergantian. ”Wahai dzat yang maha agung dan maha mulia, bukakanlah untukku pintu rahmat dan ampunan, serta masukan aku dalam ampunanMu”.

Bangunan hitam yang agung tertangkap mataku. Di sekelilingnya menyemut manusia yang thawaf mengagungkan asma Allah memohon keridhaanNya. “Ya Allah tambahkanlah kemuliaan, kehormatan, keagungan, kehebatan pada baitullah ini dan tambahkan pula pada orang-orang yang menganggungkannya diantara mereka yang berhaji atau yang berumrah padanya dengan kemuliaan, kehormatan dan kebaikan”.

0 komentar:

Posting Komentar