Minggu, 24 Oktober 2010

Haji 2006 - Kesabaran Mulai Diuji, Kloter 70 Delay

Jam 14.00 WIB, bus sampai di Asrama haji Bekasi. Mobil berpapasan dengan bus jemaah yang hendak menuju bandara internasional Soekarno Hatta, kami saling melambai mengucapkan selamat jalan.

Di Asrama Bekasi rombongan bergabung dengan jamaah dari Bandung dalam kloter ke 70. Perkenalan dilaksanakan dengan Ketua Kloter, dokter dan para medis yang menyertai perjalanan ibadah kami.

Dalam pemeriksaan dokumen, setiap jamaah diberi gelang perak yang mengukir nama dan nomor paspor masing-masing sebagai bukti identitas. Rampung pemeriksaan, jamaah diberi kunci dan dipersilahkan menuju kamar untuk berisitirahat sambil menunggu keberangkatan ke bandara Soekarno Hatta jam 24.00 WIB.

Keinginan mencari tahu kabar anak-anak mendorong keberanian untuk memijit nomor telepon rumah. Awalnya kusangka si kecil yang paling bersedih, ternyata si sulung yang paling jelas terdengar agak down. Suara sedih segera berganti ceria. Alhamdullilah... mereka ikhlas melepas ayah bundanya. Percakapan yang dibayangkan menguras air mata, malahan diisi menjadi canda tawa. Dari cerita mamah, saat mendapati kedua orang tuanya sudah tak ada, Asya menangis meraung-raung membaca diary yang kutinggalkan, sementara Diaz memilih bergelung di bawah selimut menyembunyikan tangisnya sambil mendengarkan suara ayahnya dari handphone. Setelah itu berdua mereka mengambil air wudhu, kemudian shalat, selanjtnya melakukan aktivitas rutin untuk berangkat sekolah. Hati menjadi lebih kuat. Puji syukur bagi Allah yang telah mengamanahkan kami anak-anak yang tegar.

Yakin keadaan anak-anak, hati terasa lebih tentram. Kelelahan berbaur rasa lega membuat mata mampu terpejam selama 2 jam. Saat bangun badan lebih segar. Shalat magrib berjamaah diteruskan dengan makan malam. Ketua Kloter memberikan pengarahan dan meminta seluruh rombongan untuk bersiap-siap menuju bandara. Beberapa hal yang penting diingatkan untuk dimasukkan ke tas tentengan, terutama baju dan kain ihram. Pukul 24.00 WIB kami sudah siap-siap diatas bus menuju bandara Soekarno Hatta. Dijadwalkan pesawat Saudi Arabia Airlines akan membawa kami ke jeddah pada tanggal 21 Desember jam 06.00 WIB.

Bus keluar dari halaman asrama haji ditingkahi raungan sirine dari mobil Satwal polisi memecah keheningan malam. Melewati jalan Gatot Subroto, teringat kantor tempatku bekerja. Namun segera kutepiskan segala masalah pekerjaan diganti dengan tekad melupakan segala bentuk urusan dunia dan berniat khusu menunaikan ibadah haji.

Tiba di Bandara, sebuah bus berdiri di luar terminal haji. Dari jauh kulihat Bus “Medal Sekarwangi”. Jelas mobil tersebut mengangkut pengantar dari Sumedang. Dari luar pagar mereka berteriak bercampur tangis, memanggil-manggil nama kerabat yang dikenalnya. Samar dalam setiap teriakannya ada doa buat kami yang hendak menunaikan ibadah haji.

Setelah melewati pemeriksaan imigrasi, kami ditampung di aula terminal haji. Jamaah kloter 69 tengah bersiap-siap menuju pesawat. Dalam suasana berkumpul sepagi ini, tempat yang paling dicari adalah toilet. Keikhlasan mulai diuji, dalam antrian panjang semua tertib menunggu giliran, tidak berebut apalagi saling mendahului. Sambil menunggu aku berdoa semoga tidak direpotkan dengan kebiasaan buang air yang harus diselesaikan dalam hitungan detik. Alhamdullilah, aku bisa berdiri tenang menunggu giliran antrian yang cukup panjang. Sebuah karunia yang tampaknya kecil namun sangat bermanfaat.

6 jam menunggu membuat kami memiliki waktu untuk berisitirahat. Lantai yang dilapisi karpet cukup nyaman untuk membaringkan badan atau sekedar meluruskan kaki. Jamaah berkumpul di kelompoknya masing-masing. Scraft warna hijau untuk perempuan dan pasmina warna coklat bagi laki-laki, cukuplah jadi penunjuk bahwa anggota Asy Syifa wal Mahmudyah.

Aula yang beratap tinggi dan dilengkapi AC membuat kami cukup kedinginan melewati dini hari sampai menjelang pagi. Mengatasi usus yang mengkerut, camilan dan minuman hangat cukup menyamankan. Bagi yang tertarik untuk makan berat, tersedia soto ayam di kantin di salah satu pojok aula. Aku membelinya 2 mangkok, satu untuk kami berdua, semangkok aku antar ke Pak Kiai. Alhamdullilah...nikmatnya walaupun kuah yang tersaji tidak seharum soto ayam yang biasa kubuat dan potongan ayam lebih mirip remah-remah.

Jam 4.00 WIB jamaah digiring memasuki pesawat berjenis boeing. Tempat duduknya bertingkat dua. Tingkat atas buat jemaah dari Bandung, yang dari Sumedang menempati lantai dasar pesawat. Hiruk pikukpun dimulai karena banyaknya jamaah yang belum pernah naik pesawat. Jamaah diingatkan untuk berjalan tertib memegang ticketnya masing-masing, menyusuri koridor pesawat dan mencari nomor kursi sesuai tempat duduknya.

Sampai di kursi masing-masing, kehebohan belum berakhir. Kesulitan terjadi pada saat menyimpan barang di kabin, mengatur kursi atau memasang safety belt. Melihat jamaahnya kerepotan, Pak Kiai ikut turun tangan. Bagi jamaah yang terpisah kursi dengan suaminya, diatur untuk duduk berdampingan. Sebuah keputusan yang bijak karena perjalanan 9 jam akan lebih nyaman ditempuh bersama dengan pasangannya masing-masing. Bagi yang tadinya ’keukeuh’ di kursinya, ketika pak Kyai menyuruh pindah, tanpa argumentasi mereka ngeloyor menuju tempat duduk baru yang sudah diatur.

Pesawat mulai menyalakan mesin. Gemuruhnya sama dengan gemuruh yang ada di hati kami. Sebagian penumpang sudah ada yang tertidur. Kelelahan terbayar oleh empuknya kursi, membuat kantuk datang menyerang. Awak kabin sudah mulai memperagakan tatacara penanggulangan keselamatan penumpang.


Pesawat mulai bergerak menyusuri landasan pacu. 5 menit, 10 menit sampai 15 menit pesawat masih ada di landasan, posisi take off pun tidak. Tiba-tiba pesawat berhenti. Seorang awak kabin menyampaikan permohonan maaf dan meminta penumpang untuk turun karena pesawat mengalami kerusakan mesin. Penumpang menjadi panik dan bertanya apakah gerangan yang terjadi. Beberapa jamaah yang tertidur menyangka pesawat sudah sampai di Jeddah. Kehebohan berulang kembali. Jamaah yang masih muda, dengan sigap membantu jamaah yang sudah berumur dan kesulitan meraih tas di atas kabin yang terletak di atas kepalanya.

400 an jemaah haji kembali beriringan menuju aula bandara. Kami kembali ke tempat yang sebelumnya menampung kami selama 6 jam. Ketua kloter sibuk mencari informasi. Jamaah menunggu dengan kelompoknya masing-masing. Berita yang diperoleh, pesawat tidak bisa diberangkatkan karena kerusakan mesin. Dari Jeddah akan dikirim pesawat Saudi Arabia Airlines. Artinya, kami harus menunggu pesawatpengganti datang sekurang-kurangnya sekitar 12 jam. Padahal beberapa jamaah laki-laki dari KBIH lain sudah memakai ihrom.

0 komentar:

Posting Komentar