Minggu, 24 Oktober 2010

Haji 2006 - Safari Masjid

Sebagaimana juga kota Makkah, di Madinah banyak masjid yang bersejarah. Setiap hari selalu ada saja masjid yang dikunjungi untuk mengenang napak tilas Rasullulah yang mempertautkan kiprah Rasullulah dengan masjid-masjid tersebut.

Sejarah menorehkan kisah perjalanan hijrah dari Makkah ke Madinah yang melelahkan. Rasullulah dan Abu Bakar As Shiddiq beristirahat di daerah Quba. Penduduk desa menyambut kedatangan dua orang bersahabat yang bermaksud hijrah ke negeri mereka dengan suka cita. Melihat antusiasme penduduknya, lantas Rasullulah membangun masjid pertama tanggal 12 Rabiul Awal tahun 13H (622M) untuk tempat shalat. Dan disinilah untuk pertama kalinya Rasulullah SAW melaksanakan shalat berjamaah. Di kemudian hari masjid ini dinamakan Masjid Quba, sesuai dengan dimana didirikannya.

Masjid Quba didalam Al Quran disebut juga masjid Taqwa sebagaimana tercantum dalam Surat At-Taubah ayat 108 "Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar takwa, sejak hari pertama adalah lebih patut kamu bersembahyang di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih”.

Masjid Quba dibangun di atas tanah milik Khalsum bin Hadam dari Kabilah Amir bin Auf. Rasullulah sendiri terjun langsung dalam pembangunan masjid ini. Selanjutnya beliau melakukan Shalat Jumat dan berdiri sebagai khatib. Inilah shalat Jumat pertama yang dilaksanakan oleh Rasulullah.
Untuk beberapa lama, Rasulullah memilih menetap di Quba dan menggunakannya sebagai pusat ajaran-ajaran Islam. Pada masa Rasulullah SAW hingga Khulafaur Raasyiduun, masjid Quba masih berupa bangunan sederhana. Serambi untuk shalat di sebelah utara bertiang pohon kurma, beratap datar dari pelepah dan daun kurma yang dicampur dengan tanah liat.

Ditilik dari pendiriannya, masjid Quba memiliki arti penting bagi segenap kaum muslimin. Untuk mempertahankan keberadaannya termasuk dari kemungkinan rusak akibat termakan usia, masjid yang terletak 5 km sebelah selatan Masjid Nabawi ini telah mengalami renovasi berkali-kali. Sekarang masjid Quba menjelma menjadi masjid megah yang ramai dikunjungi kaum muslimin.
Kompleks masjid ini memiliki luas 135.000 meter persegi. Masjid yang memiliki empat menara setinggi 47 meter itu memiliki ruang shalat utama seluas 5.035 meter persegi. Masjid ini sebelum diperluas hanya memiliki luas 1.200 meter persegi.

Di sisi timur dan barat terdapat tempat terbuka dengan dinding tembok yang bagian atasnya berjejer enam kubah besar, masing-masing berdiameter 12 meter, serta 56 kubah kecil yang masing-masing berdiameter enam meter. Kubah-kubah tersebut ditopang oleh pilar beton yang sangat kokoh.

Keutamaan masjid ini semakain disempurnakan oleh Sabda Rasulullah,''Barang siapa telah bersuci (berwudlu) di rumahnya, kemudian mendatangi Masjid Quba lalu shalat di dalamnya dua rakaat, maka baginya sama dengan pahala umroh”.
Maka, sebelum berangkat menuju masjid, kami mandi wajib, lantas bersuci dan memilih pakaian yang bersih untuk menunaikan shalat sunat 2 rakaat di masjid Quba. Pada hají ataupun musim umroh, masjid Quba menjadi tempat lain yang menjadi tujuan utama berkunjung ke Madinah. Tidak mengherankan ketika tiba areal masjid, bus mengalami sedikit kesukaran mencari tempat parkir, kendati areanya cukup luas untuk menampung ratusan bus.

Bergegas aku menuju masjid, mengarah pada pintu yang berbeda dengan tempat shalat laki-laki. Usai shalat, kami kembali berkumpul di lapangan yang terpisah jalan dengan bus dimana di parkir.
Pelataran masjid Quba menjadi tempat yang menarik untuk mereka yang menyenangi kurma muda. Kurma segar yang masih melekat di tangkainya dihargai 10 riyal (kebetulan pada musim haji belum musim panen). Jangan ditanya kalau musim panen, kurma segar dengan rasa manis yang legit ini melimpah ruah. Kurma seember timba cukup ditukar dengan 5 riyal.

Di sebelah masjid ada pasar kurma dan coklat. Pedagangnya mempersilahkan jamaah untuk melihat-lihat jualannya. Melihat kami datang dari Indonesia, mereka mengganti announcing nya dalm bahasa Indonesia yang fasih.
Aku memilih belanja di pelataran daripada masuk ke swalayan kurma tersebut. Untuk pemuas rasa penasaran, kubeli 1 timba kurma segar untuk camilan. Saat mesin mobil mulai dinyalakan seorang anak (kira-kira berusia 9 tahun) masuk bus menawarkan tasbih dari biji kurma. Anak itu berjalan dari arah depan sampai ke belakang. Tak ada seorangpun yang membelinya. Anak itu berbalik lunglai, dari kursi duduk paling belakang seseorang memanggilnya dan menanyakan harganya. Transaksi dimulai, kesepakatanpun jadi. 1 lusin tasbeh berisi 100 butir biji kurma hanya berharga 10 riyal. Seperti biasa, kalau sudah berhasil menjual ‘penglaris”, pembeli berikutnya akan menyusul. 6 lusin tasbih terjual habis. Dengan suka cita anak tersebut turun dan kembali meneteng kurma di kedua tangannya. Hampir separuh isi mobil membeli tasbih tersebut. Dan anak itu turun dengan wajah penuh kelegaan.

Masjid berikutnya yang biasa didayangi kaum muslimin adalah masjid Qiblatain. Tak seperti masjid lainnya, masjid qiblatain memiliki 2 kiblat. Letaknya di atas sebuah bukit kecil di utara Harrah Wabrah Masjid. Di masjid inilah junjunan kita Nabi Muhamad SAW mendapat perintah merubah arah shalat dari yang tadinya mengarah ke Baitul Muqqadis menjadi ke Masjid Haram dimana, Baitullah - Ka’bah terletak. Kejadian itu terjadi dibulan Rajab tahun 12 H saat solat Zhuhur menyelesaikan rakaat kedua. Dengan demikian didalam masjid ini ada 2 tempat Imam.

Imam Bukhari meriwayatkan dari Baraa bin Azib, ia berkata : Rasullulah SAW shalat menghadap Baitul Maqdis selama 16 atau 17 bulan. Dan Rasullulah SAW ingin menghadap ka’bah, maka Allah SWT menurunkan ayat 144 dari surat Al Baqarah “Apakah yang memalingkan mereka dari kiblatnya (baitul maqdis) yang dahulu telah menghadap kesana ? Katakanlah Kepunyaan Allah Timur dan barat ; dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakinya ke jalan yang lurus”. Lalu seorang laki-laki yang shalat bersama Rasullulah keluar melewati kaum anshar yang sedang shalat menghadap Baitul Maqdis. Lelaki itu berkata bahwa ia telah shalat bersama Rasullulah menghadap ka’bah, lalu kaum tersebut berputar menghadap ka’bah.

Waktu mendatanginya aku menyempatkan diri untuk melakukan shalat tahiyatul masjid, qabliyah dzuhur, dzuhur dan badliyyah dzuhur, wirid singkat dan berdoa. Aku tidak sempat (atau mungkin juga perempuan tidak boleh) melihat kiblat ke baitul maqdis yang sekarang kabarnya sudah ditutup untuk tidak membuat bingung kaum muslimin yang ingin shalat di dalamnya.

2 masjid tersebut sangat populer dan selalu diagendakan dalam kunjungan jamaah yang menyelenggarakan haji dan umroh. Padahal masih banyak masjid lain yang menorehkan sejarah Islam. Namun sepertinya tidak banyak jamaah yang mengetahuinya.
Hotel kami persis berada di seberang masjid-masjid kecil bersejarah. Salah satunya adalah Masjid Al Ijabah. Dinamakan Al Ijabah karena Rasullulah berdoa dengan 3 permintaan di masjid ini, namun yang dikabulkan hanya dua. Dua doa yang dikabulkan adalah tidak membinasakan umat Islam dengan kelaparan dan banjir besar. Sedangkan yang tidak dikabulkannya adalah tidak adanya perselisihan paham diantara umat islam. Hal ini mencerminkan bahwa Allahpun membiarkan perbedaan pendapat di kalangan umat Islam, tentunya sejauh hal tersebut memperkokoh umat Islam itu sendiri.

Masih berada di areal tersebut, berdiri Masjid Al Jumu’ah yakni tempat nabi shalat Jum’at. Disinilah untuk pertama kalinya nabi mengumpulkan kaum muslimin di Madinah Al Munawaroh untuk melaksanakan shalat jum’at. Kemudian masjid Al – Mushalla yang lebih terkenal dengan sebutan masjid Al Ghumamah (awan). Letaknya di barat daya masjid Nabawi sekitar 500 meter dari Babussallam, berdiri di atas tanah lapang yang dipergunakan nabi shalat ied. Di tanah lapang inilah nabi juga pernah shalat meminta hujan (istiqa). Saat itu ada awan yang menghalangi Rasullulah saat melakukan shalat istiqa. Diseberangnya ada masjid Abu bakar dan masjid Ali bin Abu Thalib, namun tidak banyak literatur yang menceritakan riwayat masjid tersebut.

Setiap berngkat ke masjid Nabawi, kami lebih suka sedikit memutar untuk menyaksikan keunikan masjid tersebut. Kebetulan juga pemerintah kota Madinah dalam musim haji ini menyelenggarakan pameran. Di depan arena pameran dipasang lukisan besar yang terkait dengan kota Madinah beserta tempat yang dimuliakan. Satu hari, benar-benar diniatin, kami berdua berbekal kamera berpose di depan lukisan tersebut berganti-ganti background ; depan makam nabi, depan mihrab bahkan juga mimbar Nabi. Dilihat hasilnya, tampak seperti benar-benar di tempat aslinya. Padahal sesungguh-sungguhnya, tempat itu sangat mulia, dilarang bagi siapun memotretnya kecuali bagi mereka yang beruntung tidak sampai ketahuan askar. Tentunya semua diberlakukan untuk menjaga kekhusuan ibadah.

Sungguh Allah SWT bermurah hati kepada penduduk Madinah dengan banyaknya tempat ibadah sehingga penduduknya beroleh kesempatan menanam pahala berlipat ganda.

0 komentar:

Posting Komentar