Awalnya menjadi tanda tanya besar, mengapa Asy Syiifa Wal Mahmudyah melakukan manasik haji dalam interval waktu yang panjang. Diawali pada bulan Agustus 2006 setiap hari Sabtu siang. Keberangkatan dijadwalkan pada akhir Desember 2006. Dengan demikian pelaksanaannya memakan waktu sekitar 5 bulan atau kurang lebih ada 22 pertemuan sebelum hari H. Tujuannya agar jamaah haji memiliki gambaran mengenai hal-hal yang akan dihadapi.
Aku yang malas membawa buku tulis, biasanya merekam tausyiah Pak Kiai dengan handphone. Beberapa hal penting aku ingat dengan baik. Tujuannya untuk meminimalisir kesalahan-kesalahan. Hal pertama yang aku perhatikan adalah membedakan rukun haji dan wajib haji. Rukun Haji adalah kegiatan yang harus dilakukan, bila tidak maka hajinya menjadi tidak sah. Rukun haji terdiri dari Ihram, Wukuf di Arafah, Thawaf Ifadah, Sa'i (setelah thawaf ifadah), tahalul dan tertib mengerjakan kegiatan sesuai dengan urutan dan tidak ada yang tertinggal. Sedangkan yang dimaksud wajib haji adalah kegiatan yang harus dilakukan pada ibadah haji, jika tidak dikerjakan harus membayar dam (denda). Wajib haji terdiri dari niat ihram, Mabit, melempar jumroh Aqabah pada tanggal 10 Zulhijah, mabit di Mina pada hari Tasyrik (11-13 Zulhijah), melempar jumrah Ula, Wustha dan Aqabah pada hari tasyrik (11-13 Zulhijah), thawaf wada yaitu melakukan tawaf perpisahan sebelum meninggalkan kota Makkah dan meninggalkan perbuatan yang dilarang saat Ihram.
Aku menjadi mengerti bahwa manasik merupakan sarana pembekalan pelaksanaan ibadah haji. Dengan berbagai pengetahuan yang diperoleh, akhirnya aku menarik kesimpulan bahwa manasik haji sama pentingnya dengan pelaksanaan ibadah haji itu sendiri. Intensitas dan kualitas persiapan memberi pengaruh yang signifikan dalam membantu meningkatkan kualitas pelaksanaan ibadah haji.
Takala kami bertanya mengenai perbekalan yang harus dibawa. Secara berseloroh Pak Kiai kembali menegaskan ” Di Makkah dan Madinah semua tersedia, bisa dibeli asal ada uang. Yang tak ada dan harus kita bawa adalah bekal iman dan taqwa”.
Benar...bekal paling penting adalah bekal jiwa yaitu taqwa. Kekuatan fisik dapat terbentuk dari latihan manasik, namun kekuatan taqwa tergantung dari keyakinan masing-masing karena iman dan taqwa tak ada ukurannya. Iman dan taqwa sumbernya dari lubuk hati yang paling dalam yang didorong karena ketaatan dan keyakinan.
Dengan duduk bersimpuh di bale-bale pesantren, dalam bangunan bambu yang luas, setiap calon jamaah dengan tekun mendengar berbagai tuntunan yang diajarkan.. Sambil menimba ilmu, sesekali bertukar penganan kecil. Keasyikan menyimak pengetahuan ibadah haji tidak diganggu oleh perut yang keroncongan.
Kesibukan pekerjaan dan jarak membuat kami sering absen mengikuti manasik. Namun dengan bijaknya Pak Kiai selalu mereview materi setiap kami datang sehingga tidak ketinggalan informasi. Sambil mendengarkan tuntunan-tuntunan, hati kerap mengembara mendatangi tempat-tempat yang disebutkan. “Ya Allah segerakanlah kami sampai di tanah suciMu”.
Minggu, 24 Oktober 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar