Minggu, 24 Oktober 2010

Hhaji 2006, Taxinya = Mobil Pejabat

Maktab kami di Jarwal sangat ramai lalu lintasnya. Gedungnya persis di pojokan jalan dekat lampu merah. Tak heran kalau setiap waktu tiba-tiba ada dentuman keras dua mobil mewah yang ditingkahi klakson bum……. Satu pengemudi keluar dari mobil New Camry, satunya lagi keluar muncul dari dalam mobil Volvo. Mereka berbicara dengan muka hampir bersentuhan. Entah apa yang dibicarakan, tapi dari gesturenya tampak sedang selisih pendapat, mata melotot, tanngan mengepal, mulut nyerocos dengan intonasi yang tinggi. Tak ada pukulan apalagi baku hantam. Benar-benar bak pepatah “Anjing Menggonggong tak akan menggigit”.

Berantemnya ala orang Arab cukup adu mulut. Aku belum pernah melihat mereka adu jotos. Konon, mereka enggan beradu jotos karena harus membayar denda yang cukup tinggi. Oleh karenanya mereka memilih bertengkar ala perempuan, cekcok mulut dengan suara melengking-lengking. Ajaib…setelah itu mereka berpelukan dan masuk kembali ke mobilnya masing-masing.

Lalu lintas di Arab memang parah. Keparahan lebih banyak disebabkan oleh para pengemudinya yang sembrono. Kecelakaan di jalan raya rupanya sudah biasa. Tertabrak atau ditabrak menjadi keseharian. Kepadatan lautan manusia pada musim haji, tak menyurutkan kebiasaan penduduknya untuk ugal-ugalan di jalanan. Padahal jamaah haji yang tersebar di pelosok kota, banyak yang memilih jalan kaki menuju Masjid Harram. Maka, harus ekstra hati-hati menyeberang jalan. Kesemrawutan diperparah oleh aturan berkendaraan beda dengan Indonesia. Mobil-mobilnya berjalan di sebelah kanan, jadi kadang serasa jalanan sudah sepi, tiba-tiba muncul mobil di tikungan. Aku memilih cara paling aman dengan menyeberang jalan beramai-ramai. Kalau sudah begitu, mau tidak mau mobil harus mengalah kalau yang menyeberang sudah berduyun-duyun.

Kendaraan yang berseliweran dipenuhi taxi. Hebatnya taxi di sini adalah mobil mewah. Kebanyakan Volvo, Honda Accord atau Toyota Altis. Pernah satu kali, kami agak letih kalau harus jalan kaki ke masjid Harram. Jalan pintasnya adalah menyetop taxi. Kulihat mobilnya New Camry dikemudikan laki-laki separuh baya. Di kantor tempatku bekerja, mobil seperti itu jadi mobil dinasnya direksi. Bahkan aku pernah beriringan dengan mobil dinas menteri yang bernomor RI....Mobilnyapun Camry warna hitam. Di Arab, hanya membayar 10 riyal kita sudah bisa diantar mobil empuk tersebut sampai Jaronah.

Sejalan dengan kesemrawutan lalulintasnya, mobil-mobil di Makkah sangat kotor. Kelihatannya tidak pernah tersentuh air dan terawat rapi. Debu memenuhi seluruh badan taxi, jarang ada yang bersih dan wangi. Sebulan di Makkah, belum lihat tempat pencucian mobil. Mobil-mobil tersebut tidak ada yang mulus. Sebentar kesenggol, kemudian ketubruk sampai akhirnya dilego untuk kemudian berganti membeli mobil baru. Makanya tidak aneh kalau melihat taxi mewah tersebut penuh dengan goresan hasil serempetan dengan mobil lain. Mereka memilih membeli mobil baru daripada harus memperbaikinya. Bayangkan saja, sebuah New camry cukup merogoh kocek 60.000 riyal. Berarti cuma Rp. 150 juta, padahal di Indonesia mobil itu hampir menyentuh harga ½ M. Benar-benar luar biasa....

Kesemrawutan jalanan makin sempurna dengan lalu lalang motor yang melintas berkecepatan tinggi meninggalkan klakson panjang meminta jalan. Motor disini sepertinya terlalu kecil untuk dikendarai orang arab yang berbadan tinggi besar. Namun hebatnya, satu motor seringkali dikendarai 3 orang. Polisi kadang tidak menindak mereka karena motor diperlakukan layaknya speda di Indonesia sehingga leluasa menambah kesemrawutannya. Aku jadi berpikir, masih mending orang Indonesia dibanding orang Arab. Aku jadi kangen Jakarta, kendati sering macet tapi masih lumayan tertib dibandingkan disini. Jakarta… I missed you….

0 komentar:

Posting Komentar