Rabu, 31 Oktober 2012

Peran

Inpotemen pagi ini mengulas tentang seorang artis yang bangga dapat peran baru sehingga menambah deretan jumlah film yang dibintanginya (rasanya lebay redaksinya sampai bombatis begini kalimat-kalimatnya ntah menyanjung atau mengejek), karena dapat peran menjadi penari striptease yang diperkosa. Olala.... setelah kemarin jadi pocong, sekarang jadi penari erotis. Untuk mendalami perannya bahkan sampai observasi dan berguru pada ahlinya.

Terus terang saja saya selalu  tercengang dan sedikit mengurut dada kalau melihat 3 penyanyi dangdut sambil menyanyi badannya meliuk-liuk dengan  kepala berputar. Pasti setelah panggung sudah siap para tukang pijat, untuk meluruskan anggota tubuhnya yang terkilir. Bukan cuma tariannya yang bikin saya melotot tapi pakaiannyapun seperti kurang bahan karena nyaris terbuka pada area-area yang seharusnya tertutup rapat.

 Apa harus sebegitunya jadi artis.Perempuan bekerja terkadang menonjolkan sisi erotis tubuhnya untuk memperoleh bayaran tinggi. Saya terkadang jadi berpikir, jika saya jadi ibunya. Melihat anak gadis saya mempertontonkan auratnya di depan umum. Sedih, malu atau senang jutaan rupiah mengalir ke kantong. Tak ada cara bekerja yang lebih elegan dan melindungi martabat seorang wanita?

Sudah menjadi rahasia umum, ada beberapa yang atas nama profesi  mengambil jalan pintas untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan dengan menonjolkan sisi erotisnya. Buat artis yang sekarang sedang berbahagia karena dapat peran akan diperkosa, saya doakan semoga kelak berkesempatan memperoleh tawaran main jadi anak shalehah sehingga Anda berkeinginan untuk mondok dulu di pesantren, mendalami kehidupan agama, memahami hal yang halal dan bathil sehingga penghayatan peran yang dilakukan akan menular pada kehidupan sehari-hari. Buat penari yang meliuk-liuk badannya bak ular kobra, semoga tulang anda baik-baik saja, kalaupun keseleo semoga dapat menganggap sebagai teguran dari Allah untuk menggunakan tubuh Anda sesuai dengan ridhaNya. Aamiin YRA....

Minggu, 28 Oktober 2012

Jangan Takut Menikah....


 
Assalamualaikum Wr… Wb….
Seorang teman menyatakan kegamangannya ketika pacarnya mengajaknya menikah. Konon dalam menyikapi suatu hubungan, seorang perempuan cenderung ingin segera menikah ketika mendapati pacarnya semakin serius. Sebaliknya laki-laki semakin gamang ketika hubungan dengan perempuan yang dicintainya semakin serius. Oleh karenanya jika dikuti laki-laki lebih suka pacaran daripada menikah. Lho koq piyeee toh. Jangan salah dulu, bisa jadi memasuki dunia perkawinan mindset perempuan beripikir bahwa setelah menikah aka nada seseorang yang melindungi, menyayangi, menjaga dan bahkan dimintai uang ketika ingin membeli sesuatu. Enak kan ???? Beda dengan mindset laki-laki, menikah adalah tanggung jawab. Tanggung jawab terhadap istri,  dan lebih jauh lagi tanggung jawab bertambah saat memiliki  anak. Jadi bisa dipahami kalau nyali menjadi menciut karena menikah berarti memiliki tanggung jawab.

Teman-teman yang akan memasuku jenjang perkawinan…. Apa yang saya sampaikan mungkin sangat subjektif dan kasuistis. Tapi kalau bisa dijadikan sedikit gambaran, so  ambil yang baik-baik nya ya….

Duluuu…… saat saya masih lajang, sendiri, bekerja, punya uang, memiliki teman dimana-mana,  dengan keinginan membuncah setinggi langit banyak harapan tinggi untuk kehidupan masa depan. Dalam saya memilih jodoh, ada beberapa hal yang sangat saya harapkan dimiliki oleh “calon suami” yang kelak Allah berikan untuk saya. Namun ada juga hal-hal yang saya tidak suka yang di dalam hati sering mengguman “amit-amit deh, jangan sampai” kalau melihat hal-hal yang tidak suka. Apa yang terjadi, setelah beberapa tahun perkawinan saya semakin menyadari banyak hal yang saya inginkan tapi tidak saya temukan, sebaliknya banyak hal yang tidak suka saya temui dalam keseharian hidup bersamanya. Apakah hal itu membuat saya menyesal??? Tentu saja tidak.

Perkawinan jika diibaratkan sebuah bangunan, bukanlah sebuah rumah tinggal yang siap huni. Perkawinan lebih seperti kavling tanah yang siap dibentuk, dibangun, diisi dan dipelihara oleh para penghuninya.  Kita merangkak dari awal bersama-sama membangun hunian yang diidamkan, apakah yang akan kita bangun sekedar tempat tinggal atau sebuah tempat dimana seluruh anggota keluarga bisa hidup dengan nyaman, beristirahat dengan tenang serta member dukungan satu sama lain. Kalau di perjalanan ada sedikit berbantah-bantahan untuk menemukan bentuk yang pas, ya normal saja. Dua kepala dijadikan satu tentu aka nada 2 pemikiran yang berbeda untuk sampai pada satu kesepakatan.
Normal saja seorang perempuan menginginkan calon suami yang sudah mapan, segala sudah tersedia, tetapi kalau di kemudian hari kita jatuh cinta dengan seseorang yang belum memiliki apa-apa, apa salahnya merangkak bersama-sama. Sistem pengelolaan keuangan menentukan keberhasilan, formulanya bisa berbeda-beda tergantung kesepakatan. Joint income antara suami dan istri bisa menjadi  pilihan. Penghasilan digabung kemudian dibagi (diamplopin) sesuai dengan post nya masing-masing ; berapa untuk kebutuhan harian kita dalam bekerja, berapa untuk belanja dapur, listrik, telpon, mbak yang jagain anak-anak kita. Saya pribadi, saat awal memakai pola tersebut, selanjutnya di masing-masing saja kalau kurang minta. Perubahan ini  tentunya setelah melewati beberapa fase sehingga sampai pada keputusan bahwa ternyata joint income tidak cocok buat kebiasaan saya yang agak boros. Jadi kerjasama sangat penting untuk membuat roda perekonomian rumah tangga berjalan smooth….
Waktu muda saya tidak suka cowok yang memiliki kebiasaan A, kebiasaan B atau kebiasaan C. Asliii…. Semua hal-hal yang tidak saya suka ada pada suami. Marahkah saya ?  awalnya kesal, tapi lama-lama mau bilang apa, toh saya berusaha mengubahnya juga hanya temporer karena dikemudian akan kembali pada kebiasaannya. Ternyata perkawinan mengajarkan saya untuk toleransi  terutama bertoleransi pada segala kekurangan pasangan. Mencoba menerima dan berpikir bahwa kitapun tidak sempurna akan semakin memperlebar ruang toleransi kita. Saling mengisi atas segala kekurangan, saling mendukung untuk segala kelebihan merupakan hal terberat yang harus dijalani. Jika kita ikhlas dan menerima dengan baik maka perjalananpun akan menemukan hal-hal yang manis.

So…. Buat yang masih gamang tak ada alasan buat menundanya, karena menikahkan orang yang sudah mampu merupakan salah satu hal yang tidak boleh ditunda menurut syariat agama. Perkawinan memang penuh liku, kadang mendaki bukit yang menjulang, adakalanya menukik di jurang yang terjal, tapi sering kali berada di jalan datar sehingga banyak hal yang bisa kita lihat, banyak pemandangan menarik yang membuat hati ayem dan tentrem. Jadi tak perlu menunda lagi, yang penting pada saat-saat kita menghadapi kesulitan aka nada tangan yang dapat kita gandeng untuk saling berbagi menapakinya. Selamat menempuh hidup baru….
(Jakarta, 28 Oktober 2012)