Kamis, 18 Oktober 2012

JUJUR


Kemarin, si sulung menyambutku pulang dari kantor dengan mata dan hidung memerah. Sudah dipastikan sejak pulang sekolah menangis meraung- raung.

“Nda tadi dari pulang sekolah butuh Nda banget karena mau curhat harus ikut remed. Sementara teman-teman lainnya yang mengaku mencontek lolos”. Tetapi dalam kegalauannya dia menyebut satu nama temannya yang pintar yang harus ikut remedial juga.

Aku hanya menghela nafas panjang. Kejadian lama berulang. Hal yang membuatku nyesedk harus kembali ditemukan anakku di sekolah barunya. Aku yang selalu mengajarkannya untuk jujur, tidak menyontek semakin terkurung oleh perilaku teman-temannya yang terbiasa mebawa kopean kalau ujian.
Sistem pendidikan di negeri kita masih memakai nilai akademis. NEM menjadi kunci yang membuka pintu sekolah jenjang yang lebih tinggi. Perolehan NEM juga yang konon katanya membuat sekolah menerima kucuran BOS sesuai dengan prestasi akademik yang diperoleh anak-anaknya. NEM ibarat “nyawa” bagi anak-anak guna melanjutkan sekolah. Alhasil sudah dapat diduga siswa melakukan berbagai cara untuk memperoleh nilai akademik yang baik. Maka mencontek  menjadi pilihan saat mereka menemukan kebuntuan dalam mengerjakan soal-soal ujian. Mungkin bagi guru-guru yang masih idealism hal ini tidak dapat diterima. Tapi buat guru yang memikirkan gelontoran uang BOS melakukan pembiaran. Tak jarang kita mendengar saat ujian nasional berlangsung ada guru yang secara tersirat melakukan latihan dengansoal yang hamper mirip dengan soal ujian. Yang lebih ekstrim lagi memberikan kunci jawaban. Malah ada yang dengan terang-terangan 20 menit sebelum jam ujuan usai mereka menuliskannya di papan tulis. Mereka yang menjadi lokomotif kecurangan mengklaim diri TIM Sukses dengan enteng melakukannya. Sementara guru pengawas sudah debriefing untuk pura-pura tidak tahu. Hal ini tidak ada satupun yang berani mengungkapkannya. Tetapi faktanya ini terjadi. Semua mengalir begitu “smooth”. Bisa jadi tak ada rasa bersalah dalam melakukannya, dengan dalih ini perintah atasan mereka ringan saja melakukan. Sebuah perilaku kolektif yang sangat tercela. Mungkin tak ada yang merasa bersalah melakukannya. Tapi bukankah agama mengajarkan bahwa jika engkau melihat kecurangan tetapi mendiamkannya, maka engkau termasuk bagian dalam kecurangan itu.

Lantas bagaimana nasib anakku yang diminta orang tuanya untuk jujur. Apakah harus bertahan atau mengalah pada situasi lingkungan? Anakku jatuh di nilai multiple choice. Sebagai anak yang berbakat eksak dia agak malas untuk menghapal pelajaran-pelajaran social. Tapi nilai sebelumnya nyaruis sempurna karena soal yang diberikan essay. Persoalannya apakah guru2 mau member soal nilai essay. Nilai essay perlu kecermatan untuk menentukan nilainya dan sedikit rajin karena harus membaca satu demi satu?
Sebagai orang tua tentunya sedih melihat anak menangis. Sebagai orang tua jujur saja sulit untuk meminta anak untuk tetap jujur kalau setiap saat anak kita dikalahkan sama orang yang mengambil untung dari jalan yang enteng. Anakku dua2nya sudah pernah pergi umroh 2 kali. Insyaallah mereka sudah memiliki bekal keimanan lebih dari anak2 sebayanya. Mereka sudah mengerti hidup baik yang diridhoi Allah itu seperti apa? Mereka tahu kenakalan apa yang bisa menimbulkan dosa. Jalan satu-satunya yang saya sarankan adalah mendorong mereka belajar lebih keras agar tidak kalah sama orang-orang yang nyontek. Dan meyakinkannya bahwa Allah menyukai orang yang jujur. Sedangkan jujur dan mencontek seperti investasi jangka panjang yang hasil nya akan dipetik di kemudian hari.
Maka dalam shalatpun aku sebagai orang tuanya hanya mampu bermohon “Ya Rabb… tolong anakku untuk tetap jujur, beri mereka pelajaran bahwa kejujuran adalah hal yang mutlak dilakukan untuk memperoleh ridhaMu”.


Untuk anak-anakku, hanya satu hal yang ingin bunda sampaikan, kelak di kemudian hari Allah tidak akan bertanya tentang nilai ulangan kita, sesungguhnya salah satu yang menolong kita menikmati indahnya janji Allah adalah kejujuran. Semangat anak-anakku…. Bunda bangga jika kalian selalu jujur, bunda bangga kalian menjadi anak yang pintar dan shalihah…. Tetaplah melangkah di jalan yang benar agar bunda tidak malu meminta pada Allah member kalian takdir yang baik. (Jakarta,19 Oktober 2012)

0 komentar:

Posting Komentar