Hari ini di tempat kerjaku bersliweran SK pegawai. Ada yang
promosi, mutasi, untungnya (atau tepatnya sepertinya) tidak ada demosi. Tapi tunggu
dulu…. Kendati banyak yang tertawa sumgringah ada juga bersimbah air mata, bisa
jadi karena harapan tidak sesuai kenyataan, atau juga dikarenakan perpindahan
itu begitu mendadak tanpa dikonfirmasi terlebih dahulu. Tetapi atas nama
kebutuhan dan kewenangan, tak semua hal harus didiskusikan dulu dengan yang
bersangkutan bukan?
Aku jadi ingat bahasa standarku kalau menulis pidato bos
besarku jiga ada acara serah terima seperti ini. “Mutasi dan promosi ini
mencerminkan dinamika organisasi…. Mutasi dan promosi ini merupakan keputusan
kolektif yang diambil untuk kebaikan karyawan dan organisasi…. Dan banyak
jargon-jargon standar yang sering kutuliskan.
Maknanya sih bener…. Cuma dalam inplementasinya tak seindah kenyataan. Ada yang menyikapinya dengan tertawa lebar,
tentu saja bagi mereka yang semuanya “serba naik”, namun ada yang menerimanya
dengan sedih karena harus meninggalkan keluarga dan ada komponen-komponen
penghasilan yang berubah.
Tapi bagaimanapun, tour of duty dalam sebuah organisasi
merupakan satu kelaziman yang tidak dapat dielakan. Bagi jajaran level staf
mungkin tak terlalu beresiko, yang jadi masalah adalah mereka yang memiliki
jabatan. Dalam sebuah organisasi jabatan itu seperti pyramid yang mengerucut,
makin ke atas makin sedikit. Jika ada perpindahan harus keluar dari unit
setempat karena sedikit pengganti yang levelnya apple to apple. Jadi perindahan
antar kota bahkan antar propinsi sangat terbuka lebar. Barangkali bagi pria
tidak terlalu masalah, yang agak complicated jika menimpa wanita. Tapi bagaimana
lagi itulah resiko jabatan. Tadi bahkan ada yang berkomentar hanya 2 pilihan “menjalankan
tugas itu atau mundur”. Walahhh serem amat ya….
Dalam percaturan kehidupan di dunia kerja yang tarik menarik
dan terkadang penuh intrik aku jadi ingat apa yang yang disampaikan omku. Om
ini tepatnya pensiun pegawai negeri. Pernah menjabat kepala Dinas bahkan
Dirjen. Setelah pensiun yag dilakukan adalah itikaf di masjid dari sebuh sampai
isya. Aku juga gak ngerti bagaimana dia berkomunikasi dengan anak istrinya. Dan
aku juga gak ngerti manusia kan harus makan bagaimana omku yang rajin itikaf
makan. Apa ke warung makan juga di sela-sela itikaf. Tapi sudahlah…. Kalau kata
Tukul kita kepabali ke lappppp….top. Katanya hidup ini adalah shalat. Lebih
tepatnya hidup ini hanya menunggu satu waktu shalat ke waktu shalat lainnya.
Setelah melakukan shalat, aktifitas duniawi lainnya adalah pengisi waktu sampai
ke waktu shalat berikutnya. Aku sebenarnya gak terlalu paham. Menunggu waktu
shalat ke waktu shalat lainnya lebih terasa jiga kita sedang ibadah di tanah
harram. Kalau selagi di tanah air kadang malah lebih asyik bekerja. Tapi apa yang
dikatakan omku benar juga sih…. Hanya saja mungkin lebih cocok buat para
pensiunan dalam mengisi waktu, mengisi masa-masa istirahat.
Agak ngelantur ya tulisanku, tapi intinya…. Setiap manusia
fasih mengatakan bahwa jabatan adalah amanah yang dapat diambil kapan saja.
Prakteknya…. Susah. Manusiawi sih. Hanya saja agar segala sesuatu itu tidak
membuat kita berat melepaskannya sewaktu-waktu, ada baiknya mulai memakmai
jabatan sebagai amanah tidak di sekedar mulut, namun diresapi ke hati. Tidak hanya
untuk jabatan saja, tapi untuk segala sesuatu yang Allah berikan pada kita. Manusia
hanya “dipinjamkan” dimana pinjaman itu sewaktu-waktu
bisa diambil sang pemilik. Menangis sesuatu yang sudah mendarah daging dalam
keseharian kita tentu saja sangat masuk akal, hanya saja tidak perlu berlebihan
karena siapa tahu Allah menyediakan hal-hal yang lebih baik dan kelak kita akan
menyadari bahwa apa yang kita tangisi hari ini merupakan keberkahan yang
disadarinya di masa yang akan datang. Selamt bertugas di tempat baru
teman-teman, semoga Allah member kebahagian dimanapun Anda berada.
0 komentar:
Posting Komentar