Ibadah haji merupakan momentum bertemunya masyarakat Islam. Muslimin yang data merupakan duta dari suatu kaum atau bangsa. Pertemuan dilatarbelakangi oleh beragam corak perbedaan pemahaman dan konsep keislaman yang datang dari berbagai aliran dengan membawa budaya Islam yang berbeda-beda. Masjid Harram menjadi saksi keberagaman yang berbaur menjadi satu maksud mengesakan Allah SWT.
Berbagai komunitas umat Islam berkumpul di tanah suci dengan membawa adat istiadatnya masing-masing. Satu sama lain tentunya belum tentu sepaham. Disinilah dibutuhkan satu bentuk toleransi yang memperkukuh eksisitensi islam yang cinta damai. Bagaimanapun juga, selama di Makkah kehidupan waktu banyak dihabiskan di masjid dengan memperbanyak ibadah. Istirahat hanya dilakukan di Maktab seusainya makan atau mencuci pakaian. Dari waktu ke waktu hanya menunggu dari adzan yang satu ke adzan berikutnya. Maka semangat ukhuwah harus jauh lebih dikedepankan daripada membawa ego sendiri.
Dapat dimaklumi, berbaur dalam keberagaman terkadang menimbulkan shock culture. Salah satunya menyangkut tata cara beribadah. Misalnya, cara sholat kita belum tentu sama dengan yang dilakukan orang di sebelah kita. Yang kerap berbeda adalah menempatkan tangan pada saat berdiri. Tentu, setiap orang meyakini apa yang sudah diajarinya dan diyakini sejak kecil. Makanya aku membatasi hanya sebatas heran. Selebihnya, tidak berkeinginan tidak mencari tahu atau mencoba mengusik sesuatu yang menurutku beda dengan apa yang dilakukan.
Yang terkadang membuat aku geli, saat shalat hp berdering tak jarang mereka membuka smsnya dulu, membacanya kemudian melanjutkan shalat. Yang lebih mengherankan lagi, lelaki yang sedang shalat disamping suami berpindah beberapa langkah ke shaft depan ketika imam masih membacakan surah Alfatihah. Memang langkahnya dilakukan tanpa bersuara dan terus melanjutkan shalatnya.
Selain cara, beragam sifat dapat ditemui di masjid harram. Jam shalat masjid seringkali tak mampu menampung luapan jamaah sampai ke pelataran yang berbatasan dengan mall. Oleh karenanya, kami selalu berusaha datang lebih awal agar memperoleh tempat di dalam masjid. Untuk jaga-jaga sehelai sajadah selalu tersedia di tas tentengan. Ini adalah upaya preventif kalau terlabat sampai di masjid. Jadi, kalau imam sudah keburu memulai shalat biasanya kami menggelar sajadah di tengah jalan menuju ke Masjid Harram bergabung dengan para penjaga toko, yang memilih shalat sambil menunggui barang dagangannya.
Memaksakan diri memasuki masjid sama artinya harus menginjak-injak jamaah yang sedang shalat. Untuk menyelip 1 orang di shaft yang sudah tertata rapi mungkin bisa, tapi memerlukan muka tebal kalau dipeloti orang arab. ”Harram haj...harram...”, bisanya dengan cara itu mereka mengusir dan tidak mau memiringkan badan sekedar memberi ruang untuk orang melangkah.
Yang lucu, orang Turki. Dengan ukuran badan yang lebih gemuk dari orang kebanyakan, mereka kadang menyelip dengan seenaknya dalam shaft kita. Tapi kalau kita sedikit menunjukkan gejala mau protes, dengan sangat manisnya ibu-ibu tua itu tertawa dengan mengusap-usap tangan kita, bahkan pipiku kerapkali diciumnya. Kalau sudah begitu kita hanya bisa tersenyum tak bisa berbuat apa-apa lagi.
Setiap manusia memiliki memiliki pemahaman dan pemikiran yang berbeda. Perbedaan tersebut melahirkan keberagaman pengetahuan, pengalaman, perasaan atau pandangan. Bagaimanapun kita tidak memiliki hak untuk membentuk seseorang sesuai dengan yang kita ingin. Maka aku berusaha untuk melihat sisi positif dimana umat Islam yang berkumpul memiliki jiwa dan semangat untuk menjalin ukhuwah.
U
khuwah yang terwujud bukan atas dasar ikatan darah, suku, golongan atau kelompok. Bahwa dalam pelaksanaan ibadah kita memperoleh ujian, itulah cara Allah menguji umatNya apakah akan tetap sabar dan ikhlas. Jadi, yang kami lalukan adalah menjalani dan menghadapinya dengan menjaga jiwa dan raga agar tidak berpaling dari niat semula yaitu mencari keridhaan Allah SWT semata-mata. Sebagaimana doa yang selalu kuminta di berbagai sudut tempat yang suci ini ”Ya Allah yang maha penyayang, terimalah hambaMu yang telah tersesat jauh. Terangilah langkahku yang sering terperosok karena memilih jalan yang gelap. Kumohon cahayaMu agar setiap detik, setiap masa sampai nyawa terpisah dari raga aku tetap berada dalam keridhaanMu. Amin, ya arahmarrahimiin, irhamna birohmatik...”
Minggu, 24 Oktober 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar