Minggu, 24 Oktober 2010

Haji 2006 - Thawaf Tanpa Hitungan...

Di Makkah kami tinggal 1 hari lagi. Rasanya hari cepat bergulir. Nikmatnya ibadah, membuat kami tidak sempat menghitung waktu. Ada rasa sedih yang menggetarkan hati. Tumpukan kopor di koridor maktab semakin menyadarkan bahwa sebentar lagi kami harus pergi meninggalkan kota suci ini. Perpisahan ini rasanya begitu berat.

Hari terakhir Makkah, kami tetap melaksanakan ibadah di Harram. Shalat Subuh dan Dhuha menjadi rangkaian ibadah yang tidak ditinggalkan. Aku berkeliling masjid, mata terus lekat menatap bangunan yang agung ini. Sepertinya mataku ingin ”memotret” semua hal yang terlihat agar kelak menjadi penawar rindu saat berjauhan dengan tanah yang mulia ini.

Kembali ke maktab tak ada keriuhan yang berarti. Tampaknya semua memiliki perasaan yang sama terhadap negeri ini. Beberapa teman masih menambah gelembung kopor dengan belanjaan. Padahal pak Kiai sudah mengingatkan untuk belanja di Madinah.

Shalat dzuhur san Ashar sebagian besar melakukannya di maktab. Setelah itu semua jamaah beriringan menuju masjid Harram. Persis layaknya pertama datang untuk melakukan thawaf qudum. Kami masuk dari pintu Babussalam. Kemudian bergabung dengan ribuan jamaah lainnya. Dalam thawaf wadha ini kami berusaha untuk khusu karena ini thawaf terakhir yang harus dilakukan. Desakan manusia tidak kami hiraukan. Kaki melangkah perlahan, mencari pijakan buat kaki menapak.

Dalam jubelan kaum muslimin yang melakukan thawaf, kami melihat sesosok kakek yang sudah bungkuk dengan tongkat di tangan. Kakek itu berjalan perlahan dan tenang, di posisi kiri maqom Ibrahim sehingga hanya sekitar 1,5 meter dari ka’bah. Dalam beberapa kali putaran, aku selalu berjejer dengan orang tua tersebut padahal sebagai orang yang lebih muda langkah kami lebih cepat. Pada saat di Rukun Yamani desakan manusia makin menjadi, terutama mereka yang mau atau selesa’i mencium hajar Aswad. Rata-rata mereka menjauh atau mendekati hajar aswad dengan posisi memotong orang yang sedang berthawaf bukan mengikuti barisan untuk kemudian perlahan menepi. Oleh karenanya manusia yang tersibak tiba-tiba membuat antrian yang padat bergoyang.

Didorong oleh kekhawatiran, kami raih orang tua tersebut. Dengan demikian, posisi suami sekarang melindungi dua orang, aku dan orang tua itu. Terdorong rasa tanggung jawab sebagai orang yang lebih muda, maka aku berada agak maju sehingga posisi orang tua itu ada diantara saya dan suami. Aku mencoba menahan orang-orang di depan agar tidak terlalu merapat sehingga tidak membuat orang tua itu tergencet. Tanpa sadar peran kami untuk melindungi tersebut berubah. Yang ada, dengan tongkatnya kakek tersebut menyibakan kerumunan sehingga kami leluasa dalam melangkah. Ketika kami memandangnya dengan tatapan terima kasih, orang tua tersebut hanya tersenyum, terlebih ketika beliau tahu bahwa kami suami istri. Pada akhir putaran thawaf, kami mengajak oang tua tersebut menepi karena bilangan thawaf sudah genap berjumlah 7 putaran. Namun dengan gelengan yang tampak lemah orang tua tersebut menolak dengan halus, dan mengisyaratkan bahwa thawafnya tidak berbilang.. Subhanallah….. Sebotol air zamzam kami sodorkan untuk bekalnya apabila kehausan di tengah kerumunan manusia. Kami menepi sambil mengucapkan terima kasih. Orang tua tersebut beranjak menjauh lenyap ditelan pusaran manusia yang menyerukan nama Allah. Sampai sekarng masih terbayang orang tua tersebut dan kerap bertanya, apakah dia itu manusia atau mahluk lain ciptaan Allah. Wallahauallam bil sawab… tidak ada yang tidak mungkin apabila Allah SWT berkehendak.

Kami berdiri di ujung area thawaf. Kupandang Ka’bah dengan sepenuh hati, kurekam dalam benakku untuk obat kerinduanku ketika berjauhan dengannya. ”Ya Allah lindungilah aku agar tetap menjaga agamaku, taat dan setia padaMu selama-lamanya. Jangan jadikan waktu ini masa terakhir bagiku dengan rumahMu. Sekiranya Engkau jadikan ini masa terakhirku, maka gantilah surga untukku dengan rahmatMu, wahai Tuhan yang maha pengasih dari yang segala pengasih. Amin ya Robbal alamiin wahai Tuhan pemelihara sekalian alam. Jadilah ibadah kami menjadi haji yang mabrub”.

0 komentar:

Posting Komentar