Mungkin kebanyakan orang mengira pakaian untuk berhaji adalah putih (karena memang disunahkan berpakaian putih). Sampai di Makkah ternyata ada warna-warna lain selain putih. Orang Arab, Iran, Irak dan Mesir seri menggunakan baju dengan warna hitam. Perbedaannya terletak pada cara memakai kerudung atau cadar yang dikenakan. Cadar orang Iran, memakai penyangga mirip tukang las di bengkel langganan suami saya. Sementara orang Mesir memakai topeng yang hanya menyisakan bulatan mata mirip Zorro serial TV jaman lawas.
Jamaah Indonesia rata-rata memakai pakaian putih, tapi aksesoriesnya beragam. Seragamku sendiri agak merepotkan; jas seragam warna telor asin dengan emblim merah putih, jas hitam seragam Asy Syifa yang berkancing warna mas, tambahannya scraft untuk perempuan atau phasmina untuk laki-laki penanda. Satu lagi, topi putih lebar bak Ratu Elizabeth. Perlengkapan itu cukup merepotkan, tapi manfaatnya jangan ditanya, cukup nyaman melawan hawa dingin di tengah panas terik matahari. Kalau tersesat sedikit cukup lihat jamaah yang lehernya terlilit scraft warna hijau lumut sudah pasti teman serombongan. Begitu juga dengan KBIH lain yang kreatif memilihkan tanda untuk kelompok mereka.
Yang sering aku perhatikan adalah pakaian jamaah negara Afrika seperti Ghana atau Nigeria. Maktabnya berdekatan dengan maktab kami sehingga dalam banyak kesempatan sering berbarengan saat pulang dari masjid atau ketika antri makan di warung Pakistan, dll. Pakaian mereka sangat kontras. Dasar kain warna putih atau hitam dipadu dengan motif bunga-bunga besar berwarna menyolok seperti merah atau orange, ungu, hijau atau kuning. Seragam mereka bak ”Hawaian Style”. Motif bunga bertebaran di sekujur tubuhnya. Jadi ingat anakku Asya yang sering menggambar bunga untuk PR mata pelajaran seni rupa. Bunga yang besar dengan bentuk yang tidak beraturan, diwarnai dengan crayon warna cerah, persis baju orang-orang hitam itu. Seragamnya dilengkapi topi berbahan sama dengan pakaiannya. Model penutup kepala berbeda antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki kebanyakan berbentuk topi songkok, sementara yang wanita mirip topi pengasuh di film Little Missy yang menjadi favoritku saat masih duduk di bangku SD. Aku juga baru ngeh...kalau penyanyi dangdut Rama Aiphama, pakaiannya tersinspirasi baju mereka.
Jamaah Banglades, India atau Pakistan tetap memakai sari. Kebanyakan bermotif namun dasarnya warna pastel. Tentu saja mereka tidak memamerkan pusar lazimnya artis-artis negeri bollywood. Namun ada yang menarik perhatianku pada saat kami menunggu kesempatan lempar jumrah. Seperti biasa, perempuan selalu tertarik dengan masalah fashion. Menurutku bajunya sangat praktis dan unik. Terdiri dari dua potong bawahan dan atasan. Bawahannya rok panjang dengan pinggang memakai karet, atasannya mirip bergoh agak panjang sampai menutup pantat. Pas bagian leher dikerut model smock. Kepalanya baru ditutup kerudung warna senada. Mereka berjalan dengan lincahnya.
Lain lagi orang Turki dengan seragam khasnya warna khaki. Pria memakai model celana dan hem panjang dengan model longgar yang membuat geraknya leluasa. Perempuannya potongan long dress panjang. Yang menarik adalah kerudungnya yang berwarna-warni dengan hiasan bordir di ujungnya. Satu lagi yang menjadi kekhasan mereka adalah sepatu rajut. Rajutan alas sepatunya dibuat bergerigi sehingga tidak licin pada saat dipakai thawaf atau sa’i. Aku sempat mencari sepatu tersebut di pasar seng bahkan di sepanjang toko yang berjajar di sekeliling Masjid Harram. Namun tidak menemukannya, rupanya handmade dari negeri mereka. Beruntung aku bisa memperolehnya ketika seorang Ibu tua memberikannya padaku saat sama-sama menunggu waktu shalat di masjid.
Wanita Arab lebih senang menutup pakaiannya dengan abaya muslim. Pakaian itu menutup seluruh tubuhnya dari mulai ujung kepala sampai ujung kaki. Kakinya benar-benar tertutup karena sekitar 20 cm ujung bawah baju tersebut menyapu jalan. Tapi jangan tanya, di balik baju hitam tersebut, konon mereka adalah wanita-wanita yang modis yang tak enggan berpakaian seksi. Tentunya pakaian tersebut hanya diperlihatkan di dalam rumah mereka saja. Ketika keluar rumah, baju abaya itulah yang mereka kenakan. Awalnya aku tak percaya karena tidak pernah melihat dengan mata kepala sendiri. Tapi ketika belanja di sebuah factory outlet/super store, isinya kebanyakan pakaian sexy. Secara logika tidak mungkin toko ini menyediakan begitu banyak barang kalau hanya sekedar menghiasi etalase. Tentunya nyonya-nyonya cantik bercadar itu merupakan pelanggannya. Dan tentunya para suami merestui sang istri membeli lingeri sutra dengan bulu-bulu lembut.
Kendati beragam warna, corak maupun model. Satu yang mempersamakan, semua pakaian muslimin dalam beribadah, baju-baju yang dikenakan kaum perempuan menutup dan menjaga aurat. Dengan demikian sahnya ibadah insyaallah terjaga.
Minggu, 24 Oktober 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar