Minggu, 24 Oktober 2010

Haji 2006 - Batu Surga Penopang Kaki Nabi Ibrahim AS...

Tempat shalat yang paling banyak dicari setelah thawaf dalam rangkaian prosesi ibadah haji ataupun umroh adalah shalat di maqom ibrahim. Awalnya, begitu mendengar kata maqom yang kubayangkan adalah kuburan. Ternyata, Maqom ibrahim bukanlah makam sang nabi. Maqam Ibrahim adalah batu yang dibawa oleh Nabi Ismail AS untuk tempat pijakan ayahandanya, Nabi Ibrahim takala mereka membangun ka’bah.
Aslinya tinggi batu hanya 20 cm. Dengan kekuasaan Allah, batu tersebut dapat bertambah tinggi atau kembali rendah sesuai keperluan sehingga nabi Ibrahim mampu menjangkau bagian-bagian ka’bah yang hendak dibangunnya.

Diriwiyatkan bahwa Nabi Ismail lahir dari perkawinan Nabi Ibrahim dan Siti Hajar. Kecemburuan Sarah istri pertamanya, membuat Nabi Ibrahim mengungsikan Siti Hajar dan Ismail keluar dari Palestina menuju Makkah. Dalam suatu kunjungan ketika menengok anak dan istrinya.

Nabi Ibrahim bertanya kepada putranya. “Wahai Ismail sesungguhnya Allah SWT memberiku perintah”.
“Lakukankah apa yang diperintahkan TuhanMu kepadamu”, ujar Ismail.
“Maukah engkau membantuku?” Tanya Nabi Ibrahim
“Aku akan membantumu”, demikian Nabi Ismail menyanggupi.
“Sesungguhnya Allah memerintahkanku untuk membuat rumah ibadah disini (sambil menunjuk anak bukit sedikit lebih tinggi dari tanah sekitarnya)”.

Maka dimulailah pembangunan ka’bah. Nabi Ismail yang mengangkat batu, sementara sang ayah memasangnya. Ketika dinding mulai tinggi, Nabi Ibrahim mengambil batu untuk pijakan yang kemudian dikenal dengan nama maqom Ibrahim. Setiap Nabi Ibrahim memasang pondasi yang lebih tinggi, atas kuasa Allah batu tersebut ikut meninggi. Begitu juga sebaliknya. Setelah itu mereka thawaf mengelilinginya

Sering melintas di persis di maqam Ibrahim, rasanya syaitan sering menggoda untuk mengusapnya. Namun aku menahan diri karena masih berada dalam larangan ihram. Namun terusik rasa penasaran saat melintasi maqom Ibrahim aku mengintip ke dalamnya. Batu tersebut menampakan bekas jejak kaki yang memiliki kedalaman 10 cm dan 9 cm, dengan panjang 22 cm dan lebar 11 cm. Tidak tampak bekas jari-jari karena maqam ini dulunya terbuka. Jejak jari hilang dari seringnya batu tersebut disentuh orang.

Konon jejak ini sama persis dengan jejak Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian diperkirakan tinggi nabi Ibrahim sama dengan tinggi kebanyakan manusia sekarang ini. Kini, atas perintah Raja Fahd ibn Abdul Azis, maqam Ibrahim disimpan terlindung rangka tembaga, bagian dalamnya dilapisi emas dan bagian luarnya dilapisi kaca setelal 10 mm tahan panas dan anti pecah. Penyangganya dari marmer putih dengan dilapisi granit berwarna kebiru-biruan sebagai penanda bagian paling bawah.

Beberapa keutamaan yang dimiliki maqom Ibrahim antara lain : Pertama, dijadikannya sebagai tempat shalat. Dalam Al Qur’an disebutkan “Dan jadikanlah sebagian maqam ibrahim tempat shalat (QS Al Baqarah 2 ; 121). Kedua, maqam Ibrahim bersama Hajar Aswad merupakan batu yang berasal dari surga. Ketiga, tempat dikabulkannya do’a. Oleh karenanya kami lebih menginginkan untuk melakukan shalat di belakang maqam.

Arus manusia di sekitar maqam berjejal-jejal oleh jamaah yang sedang shalat maupun jamaah yang ingin mengusapnya. Situasi seringkali membahayakan jika memaksa untuk melakukan shalat dipinggirnya. Alhamdullilah, kesempatan baik terbuka takala melihat seorang askar yang masih muda berjaga-jaga di sekitarnya. Dalam pusaran manusia kami menyelinap di punggung askar tersebut. Kemudian bergeser di depannya. Inilah tempat yang paling aman karena jamaah relatif tertib dibawah pengawasan askar. Dengan menganggukan kepala meminta ijin, kamipun mulai melakukan shalat dan berdoa sepuasnya. “Ya Allah sesungguhnya Engkau maha mengetahui rahasiaku yang tersembunyi dan amal perbuatanku yang nyata, maka terimalah ratapanku. Engkau maha mengetahui keperluanku, kabulkankanlah permohonanku. Engkau maha mengetahui apapun yang terkandung dalam hatiku, maka ampunilah dosaku. Ya Allah, aku ini mohon padaMu iman yang tetap yang melekat terus di hati, keyakinan yang sungguh-sungguh sehingga aku dapat mengetahui bahwa tiada suatu yang menimpa aku selain dari yang Engkau tetapkan bagiku. Jadikanlah aku rela terhadap apapun yang Engkau bagikan padaku. Wahai Tuhan yang maha pengasih dari segala yang pengasih. Engkau adalah pelindungku di dunia dan di akhirat. Wafatkanlah aku dalam keadaan muslim dan gabungkanlah kami ke dalam orang-orang yang shaleh. Ya Allah janganlah Engkau biarkan di tempat kami ini suatu dosa apapun kecuali Engkau ampunkan, tiada satu kesusahan hati kecuali Engkau lapangkan, tiada suatu hajat keperluan kecuali Engkau penuhi dan mudahkan, maka mudahkanlah segenap urusan kami dan lapangkanlah dada kami, terangilah hati kami dan sudahilah semua amal perbuatan kami dengan amal yang shaleh. Ya Allah matikanlah kami dalam keadaan muslim, hidupkanlah kami dalam keadaan muslim dan masukanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang saleh tanpa kenistaan yang fitrah.”

Ditengah takbir-takbir dan do’a jamaah yang berkumandang, kami berdoa dengan kesungguhan dan kepasrahan. Kami manusia kerdir yang seringkali terjebak pada rasa sombong dan jumawa terasa begitu kerdil di hadapan Allah. Yang kami lakukan hanyalah taubat nasuha memohon pengampunan atas dosa-dosa yang telah dilakukan. Air matapun kembali terburai membasahi muka kami. Semoga Allah mengabulkan dan memperkenankan.
Do’a kami terusik takala askar tersebut menyentuhkan tongkatnya ke badanku dan memerintah dengan bahasa yang tidak kumengerti. Kami paham pasti meminta untuk menyelesaikan doa dan bergantian dengan jamaah lainnya. Maka kamipun pergi menuju tempat air zamzam tanpa mengusap maqom sebagaimana yang dilakukan orang. Nabi hanya mengajarkan bahwa mengusap dan mencium hanya berlaku untuk Hajar Aswad dan Rukun Yamani, sementara keutamaan maqom Ibrahim diperoleh apabila kita menjadikannya tempat shalat.

”Demi dzat yang memeliharaan kesempurnaan ibadah hambaNya, kami berlindung padamu dari perbuatan yang berlebihan atau melebih-lebihkan”.

0 komentar:

Posting Komentar