Minggu, 24 Oktober 2010

Haji 2006 - Mengintip Mihrab dan Mimbar Nabi

Tidak seluruh area raudah diperuntukan bagi perempuan. Dari ujung panggung adzan, ditarik sekat sampai ke makam nabi setinggi 2 meter. Oleh karenanya aku mencari tahu dengan menjinjit untuk mengintip mihrab dan mimbar nabi. Padahal di balik sekat dapat dilihat juga panggung tahajud.

Mimbar nabi dibuatkan untuk Rasullulah berdakwah. Tempatnya berada di sebelah barat (kanan) tempat shalat. Mimbar ini sangat berguna takala beliau sudah merasa berat berdiri. Mimbar Rasullulah yang asli bertingkat 3 yang dibuat dari kayu yang diambil dari hutan di bagian utara Madinah.. Rasullulah memakai mimbar ini dengan cara duduk di bagian paling atas. Abu Bakar memilih duduk di tingkat 2 dengan kaki menyentuh tingkat pertama. Lain dengan Umar yang memilih duduk di bagian paling bawah. Utsman meniru cara duduk Umar selama 6 tahun, kemudian meniru posisi duduk nabi. Pada tahun-tahun berikutnya Utsman menambahkannya 6 tingkat. Keseluruhannya menjadi 9 tingkat dimana 3 tingkat yang asli ditempatkan di lang atas. Selanjutnya para khalifah memilih duduk di tingkat 7 atau tingkat pertama mimbar yang asli. Pada saat kebakaran tahun 654 H/1256 M kebakaran terjadi dan sempat menyentuh mimbar. Oleh pemerintahan berikutnya mimbar diganti dan meletakannya di tempat mimbar yang asli.

Sedangkan mihrab dibuat sebagai tempat shalat pada pemerintahan dipegang para sahabat. Mihrab Ustmani merupakan tempat Ustman mengimami shalat, mihrab tahajud yang terletak di sebelah utara makam Rasullulah adalah tempat Nabi melakukan shalat tahajud, mihrab Fatimah merupakan rumah putri kesayangan nabi. Sedangkan mihrab Hanafi merupakan tempat imam madhzab Hanafi

Sayangnya daya jelajah perempuan di Masjid Nabawi sangat terbatas. Aku hanya mendengarnya dari cerita suamiku. Selebihnya aku membaca literatur Masjid Nabawi seharga 20 riyal yang kubeli di kedai kaki lima depan masjid Al Ijabah.

Selain mihrab dan mimbar, tiang-tiang di Masjid Nabawi sarat dengan cerita sejarah. Imam Bukhori meriwayatkan pada satu shalat jumat ada saat beliau berdiri di atas sebatang pohon korma, seseorang dari Anshar menawarkan ”Wahai Rasullulah bolehkah kubuatkan sesuatu untuk berdiri di hari jum’at, agar orang bisa melihat dan mendengarkan suaramu?”. Rasullulah setuju dan jadilah sebuah mimbar.

Ketika Jum’at tiba beliau naik mimbar melewati sebatang pohon korma, tiba-tiba pohon korma itu mengeluarkan suara seperti jeritan anak kecil. Rasullulah kemudian turun dan memeluk pohon korma tersebut dan mengusap-usapnya hingga tenang. Ternyata korma itu merindukan Rasullulah.

Kini di tempat bekas korma tertanam berdiri tiang harum (hadzihi ustuwanah mukhollaqoh) karena dulunya diberi wewangian.

Tiang lainnya adalah tiang Aisyah RA. Tiang ini letaknya 3 tiang dari mimbar, 3 tiang dari kiblat dan 3 tiang dari makam. Bagi yang berkesempatan mendekatinya tiang tersebut bertuliskan Hadzihi Ustuwanah Aisyah. Disebut juga tiang qur’ah (undian), tiang muhajirin dan tiang mukhollaqoh (sebutan untuk semua tiang). Disebut tiang Aisyah karena beliau yang menujukkan tempat tersebut sekaligus menjelaskan makna haditsnya.

Kemudian ada tiang Abu Lubabah yang bertekad mengikat dirinya sampai meninggal atau sampai turunnya ampunan dari Allah SWT. Kesalahan Abu Lubabah dikarenakan mengkianati Allah SWT dan rasulNya. Oleh karenanya ketika Allah menurunkan ampunan, Abu Lubabah menginginkan Nabi yang melepaskan ikatan. Taubatnya Abu Lubabah menyebabkan tiang ini dikenal sebagai tiang taubat

Di sebelah Timur ada yang disebut tiang Sarir (tempat tidur) yang bertuliskan Hadzihi Ustuwanah Al Sarir. Penamaannya terkait dengan peletakan tempat tidur Rasullulah. Kemudian ada tiang Mahras (tempat penjagaan) yang dikenal tempat sahabat menjaga Rasullulah sampai turun ayat waallahu ya’shimuka minnanas ”Wahai manusia pergilah, Allah telah menjagaku”. Menempel pada ventilasi masjid ada tiang Wufud yang merupakan tempat dimana nabi menerima utusan-utusan Arab. Di bawah kubah hijau makam Rasullulah ada tiang Murraba al Kubur. Tempat ini dikenal sebagai tempat berdirinya Malaikat Jibril.

Ada sedikit penyesalan aku tidak dapat shalat di tiang-tiang tersebut dimana Rasullulah kerap melakukannya. Aku hanya mampu dengan takjub mendengar cerita suami ku yang melakukan ”safari” dengan shalat berganti-ganti di tiap tiang. Beberapa referensi dibacanya agar mudah menandai tiang-tiang dimaksud. Bagi kami bukan tiangnya yang membawa barokah, tapi tiang-tiang tersebut merupakan petilasan dimana junjunan kita pernah khusu berdoa di tempat itu. Kami meyakini energi mahluk-mahluk suci yang dicintai Allah pasti menebarkan aura positif buat menyempurnakan ibadah..

0 komentar:

Posting Komentar