Minggu, 24 Oktober 2010

Haji 2006 - Petilasan Perang Ke Perang

Sejarah banyak mencatat bahwa perkembangan Islam diperoleh dengan darah dan air mata. Begitu banyak peperangan tertoreh dalam menegakkan Islam. Salah satu saksi peperangan umat Islam melawan kaum jahiliyah adalah Bukit Uhud.

Jabal Uhud adalah sebuah gunung besar yang berlokasi di sebelah utara Madinah dengan jarak tempuh sekitar 5,5 km dari Masjid Nabawi. Bukit uhud menampakkan tanah kemerah-merahan yang memanjang dari ujung timur hingga ujung barat kurang lebih 6 km. Jabal Uhud selalu dilewati oleh jamaah yang masuk ke Madinah maupun yang menuju Makkah. Letaknya memang di pinggir jalan raya menuju kedua kota itu.

Tentang Uhud Rasullulah pernah bersabda “Uhud adalah Gunung Yang mencintai kita dan kitapun mencintainya”. Bukit Uhud pantas untuk diziarahi karena disinilah terbunuhnya 70 syuhada Uhud yang merupakan sahabat nabi. Dalam kekalahan tersebut, muka nabi sendiri berlumuran darah dengan gigi patah.

Dalam sejarah Islam perang Uhud terjadi pada 15 Syawal 3 H (Maret 625). Perang ini sebagai aksi balas dendam kaum kafir quraisy atas kekalahan mereka pada Perang Badar. Sebelum berperang nabi sudah diberi petunjuk akan kehilangan 70 sahabatnya, oleh karenanya nabi sangat berpesan agar seluruh pasukan mendengar perintah beliau. 50 pemanah tangguh disiagakan di Jabal Uhud menyongsong pasukan lawan yang menyerbu dengan pasukan berkudanya. Sebenarnya kemenangan sudah di tangan, pihak lawan kocar-kacir oleh ketangguhan pasukan muslimin. Melihat lawan lari tunggang langgang, pasukan muslimin lupa perintah nabi untuk tidak meninggalkan tempatnya masing-masing. Mereka tergoda oleh harta yang ditinggalkan lawan. Mereka lupa perintah pimpinan dan turun mengambil pampasan perang. Ternyata musuh berbalik mengepung mereka. Perangpun berbalik arah menjadi ladang pembantaian kaum muslimin. Disinilah Hamzah bin Abdul Muthalib gugur di medan perang. Nabi Muhammad SAW sangat bersedih atas kematian pamannya tersebut.

Jenazah para syuhada Uhud dimakamkan dekat lokasi perang dan dishalatkan satu persatu sebelum dikuburkan. Adapun Sayidina Hamzah dishalatkan sebanyak 70 kali. Beliau pun dimakamkan menjadi satu dengan Abdullah bin Jahsyi (sepupu Nabi) di lokasi terpisah dengan lokasi para syuhada yang lain.

Sekarang areal permakaman masih tampak sederhana. Jeruji besi setinggi kurang lebih 2 meter mengelilinginya. Penziarah hanya dapat mengintip tanah pekuburan yang lapang tanpa batu nisan. Terakhir aku lihat, jerujinya sudah seluruhnya besi sehingga penziarah dapat langsung ke area makam.

Entah mengapa, setiap berkunjung ke Jabal Uhud aku selalu merasakan aura kesedihan. Banyak kisah perang Uhud yang sudah kubaca. Di sini Nabi terluka hebat dan Fatimah RA yang membersihkan luka ayahnya. Sahabat Nabi, Thalhah Ubaidillah menggendong nabi yang terluka, dengan giginya mencabut panah yang melukai muka junjungan kita sampai giginya rontok. Peristiwa inilah yang membuat kekagumanku kepada salah satu sahabat Nabi yang jarang dikisahkan ini. Bahkan, sebelum lahir anakku yang kedua, aku pernah bercita-cita menamakannya Thalhah. Alasannya karena kekaguman atas kecintaannya terhadap nabi. Tapi kemudian urung mengingat nama tersebut tidak familiar di telinga orang Indonesia. Namun aku berharap, ketaatan dan kecintaan kepada Rasullulah menjadi teladan bagi ’jagoan” cilikku.

Kami mendaki separuh bukit dimana para pemanah berdiri menghadang lawan. Dengan berkerumun mengeliling Pak Kiai, kami mulai mendengarkan kisah tragis yang disaksikan Bukit Uhud. Kami berdoa dengan mengambil tempat di pertengahan bukit. Mata lepas memandang ke seluruh Jabal Uhud. Konon gunung di depannya menjadi tempat pelarian nabi ketika musuh mengejarnya. Menyimak tausyiah Pak Kiai, dapat dibayangkan betapa sedihnya Rasullulah mendapati paman yang dicintainya, yang menjaganya dari gangguan kafir quraisy meregang nyawa di medan perang .
Di area pekuburan kami memanjatkan doa untuh syuhada uhud agar arwah para pejuang memperoleh tempat yang paling baik di sisi Allah SWT. Kendati dalam satu suratnya Allah memberi jaminan : ”Dan janganlah mengira bahwa orang yang terbunuh di jalan Allah itu meninggal” (Qs 3:169).

Terkait dengan firman tersebut, konon setiap Nabi ziarah ke tempat ini selalu mengucapkan pamit seolah-olah berpamitan terhadap orang yang masih hidup.
Kami berdoa dengan khusu. ”Salam bagimu wahai singa Allah dan singa Rasullulah , mudah-mudahan sejahtera bagimu para penghuni syuhada uhud. Salam bagimu wahai Mus’ab bin Umair sang pahlawan pilihan yang meneguhkan kedua kakinya di atas bukit rimah sampai ia gugur”.

Sengatan matahari yang membakar ubun-ubun, berpadu dengan angin dingin yang menggigit kulit tak dihiraukan. Sekitar 30 menit kami baru berdiri. Setelah itu beriringan menuju bus.

Bagi penziarah, banyak oleh-oleh yang bisa dibeli di area pekuburan Bukit Uhud. Pedagang kaki lima bertebaran menggelar jualannya. Mau mencari pacar serbuk madinah yang sangat terkenal, cukup merogok 5 riyal sebunggus kantong dengan berat sekitar 1 kg. Rumput fatimah juga banyak ditemui diini, rumput ini berkhasiat untuk mempermudah persalinan dan menurunkan demam apabila air rendamannya dipakai untuk mengompres. Berbagai rumput-rumputan yang berkhasiat untuk menyuburkan peranakan, mengobat sakit gula, darah tinggi, dijual dengan harga murah. Aku membeli 5 jenis rumput karena ada beberapa teman dan keluarga yang belum dikaruniai keturunan atau memiliki kadar gula yang tinggi. Assesories juga banyak ditemui, gelang manik-manik hanya 1 riyal. Kalau mau sedikit adu tawar, 1 lusin cukup membayar 10 riyal.

Dari Jabal Uhud napak tilas kami lanjutkan ke Masjid Al fath. Masjid ini berdiri di atas bukit Sa’la. Al fath berarti kemenangan karena Allah menurunkan kabar gembira kepada Rasullulah yang akan memperoleh kemenangan pada perang Khandak. Masjid Al fath disebut juga masjid Al Ahzab (pasukan koalisi) karena Rasullulah pernah meminta kehancuran pasukan koalisi yang menjadi musuhnya.

Perang Khandak (parit) lahir atas kecerdikan Salman Al Farisi, seorang sahabat Nabi yang menyusun strategi perang tersebut. Usulan yang disampaikan kepada baginda Rasullulah adalah dengan membuat parit mengelilili Kota Madina dengan tujuh pos pengamatan musuh saat Perang Khandak. Saat ini masih ada parit-parit yang tersisa. Masjidnyapun kendati kecil dan sudah tua namun tetap terpelihara sehingga kami masih nyaman untuk singgah melaksanakan shalat sunat 2 rakaat.

Dengan banyak mengenal sejarah Islam, tentunya akan semakin menumbuhkan kecintaan kita kepada nabi dan sahabat-sahabatnya serta para mujahidin lainnya yang berjuang menegakkan kebenaran.

0 komentar:

Posting Komentar