Selasa, 09 Februari 2010

Peran


Hari ini anakku yang kecil udah sibuk request sama ayahnya minta dibuatkan pedang-pedangan. Waktu ditanya untuk apa, dengan bangga dia bilang dalam drama sekolah berperan sebagai Robby yang bertugas menyelamatkan Donny sekaligus menumpas nenek sihir. Pengen ketawa sebenarnya, tapi kutahan karena hanya akan membuatnya kecil hati atau malah membuatnya bingung dan mencari tahu mengapa ibunya ketawa. Selama ini dalam drama si adek seringnya kebaian peran yang kecil, kalau gak kurcaci ya jadi penjahat lah. Tumben-tumbenan saja kali ini peran sentral di percayakan padanya. Mungkin si adek akan berpikir, apa salahnya dengan peran-peran itu sehingga bundanya ketawa. Ah…jadi malu sendiri, yang tak sengaja memilah-milah peran.

Satu hal yang membuat saya termenung menyaksikan dia begitu antusias menghapal dialog demi dialog. Dalam peran apapun, dia merasa memperoleh kehormatan untuk ambil bagian dalam drama kecil itu. Dalam setiap tugas yang diembannya dia selalu mempersiapkan dengan matang dan melakoninya dengan sungguh-sungguh.

So….sebuah pelajaran yang kita ambil dari dunia anak-anak yang mengalir ibarat sungai yang jernih. Bersih dan bening tak dikotori irihati dan dengki, tak diganggu oleh perasaan merasa lebih penting dari yang lainnya. Seperti apapun perannya, si adek selalu berada pada posisi yang menjadi tanggung jawabnya . Dia sangat yakin kalau perannya akan memberi sumbangan besar membentuk harmoni cerita yang mengalir indah dan menyuguhkan ending yang menyenangkan semua orang.

Mengapa kita tak bercermin pada dunia anak-anak? Dunia orang tua kerap dipenuhi intrik dan persaingan. Peran atau posisi yang lebih tinggi (yang dimanipestasikan tahta dan harta) selalu menjadi incaran semua orang. Sesungguhnya penting atau tidak penting, kaya atau miskin, adalah batasan yang diciptakan oleh manusia itu sendiri. Sesungguhnya kebahagiaan itu kalau diletakan di luar, maka orang akan sibuk mencarinya. Sebaliknya kalau kebahagiaan kita diletakan di dalam diri kita, tak perlu jauh mengejarnya. Cukup dengan rasa syukur atas apapun yang Allah SWT berikan pada kita, niscaya kita akan lebih bahagia. Seperti itulah yang dilakukan si adek, ia selalu bersukur atas peran yang dipercayakan padanya, menjalani dengan baik dan pada akhirnya gurunya semakin mempercayakan peran yang lebih menantang untuknya.

Saya jadi ingat puisi yang saya baca di buku KH Toto Tasmara (maaf saya lupa pengarangnya) ;
Bila Tidak Bisa jadi cemara di atas Bukit
Jadilah berlukar yang indah di pinggir Parit
Bila tidak bisa jadi Pohon yang tinggi
Jadilah rumput yang menyemarakan jalanan
Bila tidak bisa menjadi matahari, jadilah bintang
Bila tidak bisa menjadi jalan besar jadilah pematang
Tidak semua orang harus jadi comandan karena harus ada yang jadi pasukan
Ada pekerjaan besar, ada pekerjaan kecil
Dan ada tugas yang harus segera dikerjakan
Bukan besarnya yang mengukur cala dan menang
Yang penting hidup bermakna dan matang

Cat : terimakasih…karena adek telah mengajari Bunda mengenai maknanya bersyukur

0 komentar:

Posting Komentar