Sabtu, 06 Februari 2010

Kisah Dua Pedagang Permen


Kisah ini pernah cukup populer tetapi saya sendiri tidak ingat lagi di
mana untuk pertama kalinya kisah itu saya baca.

Konon, di suatu jalan di depan sekolahan terdapat dua toko permen.
Keduanya menjual jenis-jenis permen yang persis sama.
Tetapi toko yang satu selalu pernuh dengan anak-anak yang berebutan membeli permen.
Toko lainnya hampir tidak ada pembelinya.

Para calon salesmen atau SPG disuruh mengamati mengalami sampai terjadi gejala aneh seperti itu.

Sebagai hasil pengamatan ternyata :
pemilik toko yang ramai itu sangat pintar matematika tetapi dalam hal tambah menambah saja jika kurang mengurang jelek.

Sedangkan pemilik toko yang lainnya juga sangat pintar matematika juga, tetapi dalam hal kurang mengurang saja, dalam hal tambah menambah jelek!.

Pemilik toko permen yang ramai itu selalu mulai menimbang dalam dengan
jumputan kecil. Kemudian ia terus menambahkan permennya sehingga timbangan-nya seimbang.

Setelah seimbangpun ia masih menambahkan pula satu dua permen
sehingga Timbangan-nya berat ke sebelah permen daripada ke sebelah batu timbangan.

Sebaliknya pemilik toko yang lain selalu mulai dengan sejumputan besar permen.

Kemudian ia mengurangi permen itu sedikit demi sedikit sampai akhirnya timbangan-nya seimbang.

Selain daripada itu penjual permen yang murah hati itu juga murah senyum,
senang bercanda, sehingga langsung disukai anak-anak.

sedangkan Pemilik toko permen lawannya seorang yang jarang senyum, bermata curiga dan sering ketus.


Ternyata pemilik toko yang satu memahami benar psikologi anak kecil.
Anak-anak itu gembira setiap kali menyaksikan permennya ditambah dan
ditambah. Bahkan sudah setimbang-pun masih diberi kelebihan pula.

Sedangkan pemilik toko permen lawannya kurang memahami psikologi anak kecil.

Mereka melihat permen pada awalnya begitu banyak. Tetapi setiap kali
dikurangi hati mereka menj adi ciut dan semakin ciut. Walaupun akhirnya
timbangan-nya seimbang tetapi kesan setiap kali permennya dikurangi itu terus
membekas di hati anak-anak.

Sama sekali tidak ada kegembiraan berbelanja di sana .

Sebaliknya di toko yang lain itu selain sudah seimbang masih diberi tambahan bonus lagi beberapa butir permen.

Bagi saya filosofi pedagang permen yang laris itu bukan sekedar masalah
memahami psikologi anak saja.

Ia mengajarkan kepada saya bahwa nilai kemurahan hati lebih baik dan sekaligus lebih menguntungkan dibandingkan
dengan nilai KE-ADIL-AN yang Kaku .

Kapanpun dan di manapun orang lebih menyukai dan menghargai kemurahan hati dibandingkan dengan KE-ADIL-AN yang Kaku

0 komentar:

Posting Komentar