Senin, 07 November 2011

Anak Perempuanku

 Saat ini adalah moment terpenting buat anak sulungku. Kakak mulai sibuk dengan segudang aktivitas sekolahnya. Masa belajarnya yang kini duduk di bangku kelas VIII mulai disibukkan dengan kegiatan outing sekolahnya. Ah ikan kecilku sudah tidak bisa terkungkung lagi di aquarium yang nyaman dan aman. Sekarang sudah mulai merasakan sensasi sungai, muara dan akhirnya akan berenang ke lautan lepas.

Perjalanan pertama kakak tanpa didampingi orang tua adalah pergi ke Yogya. Dengan segudang petuah, anakku kulepas dengan memohon agar Allah SWT menjaga perjalannnya. Alhamdullilah ternyata kakak pulang tanpa kurang apapun. Dan yang mencengangkan ia adalah orang yang paling banyak belanja oleh-oleh ; untuk bunda dibeliin tas batik yang katanya ditawarkan Rp. 50 rb tapi akhirnya boleh ditawar menjadi Rp.30.000 (hahaha kalau ini gak susah nyari bibit bebet bobotnya pasti dari emaknya), buat ayah, adek, wak agus, pak aji, teh mumun, mbak marni, dek amel, dek Dilla selusin lebih tshirt di sediakan. Ah anak gadisku memang baik, peduli sama orang-orang yang menyayanginya. Hmmm.... ternyata selama ini saya hanya memperlsayakannya sebagai gadis kecil padahal ternyata ia tumbuh menjadi remaja yang cukup peka.

Perjalanan kedua yang ditawarkan sekolahnya adalah homestay di australia. Mikirnya lama, pertimbangannya banyak, sampai akhirnya kami memutuskan untuk tidak pergi. Apa yang akan dilsayakan gadis kecil kami di negeri yang kami sendiri belum menginjaknya? Siapa yang akan diminta tolongnya bila ia sakit ? bagaimana ia berkomunikasi kalau menghadapi kesulitan ? akhirnya dengan berat hati saya meminta untuk menunda dulu perjalanannya. Pengertian dan keikhlasan untuk tidak pergi jelas menohok ulu hati kami. Tanpa banyak cakap, tanpa banyak protes kakak mengiyakan. Saya hanya membatin ”Nak insyallah kalau ada kesempatan kedua, akan menjadi milikmu”. Kebetulan teman ayahnya menawarkan program homestay kalau kakak dah berumur 15 tahun.

Kenapa kami berat melepas kakak? Jawabnnya Cuma satu, karena kakak anak perempuan, mungkin kalau adeknya yang minta kami tidak perlu berpikir panjang untuk mengeluarkan ijin.

Islam sangat memuliakan anak perempuan, mendidik anak perempuan dengan baik sama artinya mendidik sebuah bangsa. Oleh karena itu saya merasa harus lebih berhati-hati. Jaman boleh berkembang, emansipasi boleh saja didengungkan, tapi saya menganggap bahwa ada batas-batas tertentu yang tidak dilanggar oleh perempuan. Buat apa mendengung-dengungkan kesetaraan kalau hidup didampingi seseorang yang melindungi sudah lebih dari cukup. Sebagai ibu, saya berharap kakak bisa sekolah setinggi mungkin, berkarir sebagaus yang dia bisa, namun pada akhirnya saya berharap ia akan memperoleh pasangan yang baik, menemaninya dalam suka dan duka, melindunginya saat ia kesulitan, menjadi tempatnya bersandar saat kelelahan. Makanya saya tidak terlalu memberikan kebebasan pada kakak denga alasan apapun. Saya ingin ia tumbuh sehat, berkembang tanpa dikekang tapi masih dalam jangkau pandangan kami. Kami ingin mendidiknya sebaik mungkin, mengenalkan tauhid sejak dini agar kelak ia (juga adiknya) tumbuh menjadi anak yang shaleh/shalehah. Bagaimanapun anak shaleh adalah investasi jangka panjang. Bagaimana tidak, doa anak shaleh merupakan amalan yang tidak terputus sampai raga kita terkubur di liang lahat. Subhanallah....


0 komentar:

Posting Komentar