Minggu, 21 November 2010

Sindu dan Harist


Istriku berkata kepada aku yang sedang baca koran : "Berapa lama lagi kamu baca koran itu? Tolong kamu ke sini dan bantu anak perempuanmu tersayang utk makan". Aku taruh koran & melihat anak perempuanku satu2nya, namanya Sindu. Tampak ketakutan, air matanya banjir didepannya ada semangkuk nasi berisi nasi susu asam / yogurt (nasi khas India / curd rice).

Sindu anak yg manis & termasuk pintar dlm usianya yg baru 8 thn. Dia sangat tidak suka makan curd rice ini. Ibu & istriku msh kuno, mereka percaya sekali kalau makan curd rice ada "cooling effect". Aku mengambil mangkok dan berkata "Sindu sayang, demi ayah, maukah kamu makan beberapa sendok curd rice ini? Kalau tidak, nanti ibumu akan teriak2 sama ayah." Aku bisa merasakan istriku cemberut dibelakang punggungku.

Tangis Sindu mereda & ia menghapus air mata dgn tangannya & berkata "Boleh ayah, akan saya makan curd rice ini tidak hanya bbrp sendok tapi semuanya akan saya habiskan, tapi saya akan minta .. " ,agak ragu2 sejenak ,"...........akan minta sesuatu sama ayah bila habis semua nasinya". "Apakah ayah mau berjanji memenuhi permintaan saya?" Aku menjawab "Oh pasti sayang." Sindu tanya sekali lagi "Betul nih ayah?". "Yah, pasti!" sambil menggenggam tangan anakku yang kemerah mudaan dan lembut sbg tanda setuju. Sindu juga mendesak ibunya untuk janji hal yang sama, istriku menepuk tangan Sindu yang merengek sambil berkata tanpa emosi, "Janji" kata istriku.

Aku sedikit khawatir dan berkata: "Sindu, jangan minta komputer atau barang2 lain yg mahal yah, karena ayah saat ini tdk punya uang." Sindu menjawab : "Jangan khawatir, Sindu tdk minta barang2 mahal kok." Kemudian Sindu dgn perlahan2 & kelihatannya sangat menderita, dia bertekad menghabiskan semua nasi susu asam itu

Dalam hatiku aku marah sama istri & ibuku yang memaksa Sindu utk makan sesuatu yang tidak disukainya. Setelah Sindu melewati penderitaannya, dia mendekatiku dgn mata penuh harap.
Dan semua perhatian (aku, istriku dan juga ibuku) tertuju kepadanya. Ternyata Sindu mau kepalanya digundulin / dibotakin pada hari Minggu.

Istriku spontan berkata "Permintaan gila, anak perempuan dibotakin, tidak mungkin!". Juga ibuku menggerutu "Jgn terjadi dlm keluarga kita, dia terlalu banyak nonton TV. Dan program2 TV itu sudah merusak kebudayaan kita!". Aku coba membujuk : "Sindu kenapa kamu tidak minta hal yang lain kami semua akan sedih melihatmu botak".
Tapi Sindu tetap dengan pilihannya, "Tidak ada, yah, tak ada keinginan lain", kata Sindu.

Aku coba memohon kepada Sindu : "Tolonglah kenapa kamu tidak mencoba untuk mengerti perasaan kami". Sindu dgn menangis berkata : "Ayah sudah melihat bgmn menderitanya saya menghabiskan nasi susu asam itu dan ayah sudah berjanji untuk memenuhi permintaan saya, kenapa ayah sekarang mau menarik / menjilat ludah sendiri? Bukankah Ayah sudah mengajarkan pelajaran moral, bahwa kita harus memenuhi janji kita terhadap seseorang apapun yang terjadi, seperti Raja Harishchandra (raja India jaman dahulu kala) untuk memenuhi janjinya rela memberikan tahta, harta / kekuasaannya, bahkan nyawa anaknya sendiri".

Sekarang aku memutuskan untuk memenuhi permintaan anakku : "Janji kita harus ditepati. Secara serentak istri dan ibuku berkata : "Apakah kau sudah gila?". "Tidak", jawabku "kalau kita menjilat ludah sendiri, dia tidak akan pernah belajar bagaimana menghargai dirinya sendiri. Sindu permintaanmu akan kami penuhi".

Dengan kepala botak, wajah Sindu nampak bundar dan matanya besar dan bagus. Hari Senin, aku mengantarnya ke sekolah, sekilas aku melihat Sindu botak berjalan ke kelasnya dan melambaikan tangan kepadaku. Sambil tersenyum aku membalas lambaian tangannya. Tiba2 seorang anak laki2 keluar dari mobil sambil berteriak, "Sindu, tolong tunggu saya!". Yang mengejutkanku ternyata, kepala anak laki2 itu botak. Aku berpikir mungkin "botak" model jaman sekarang.

Tanpa memperkenalkan dirinya seorang wanita keluar dari mobil dan berkata : "Anak anda, Sindu, benar2 hebat. Anak laki2 yang jalan bersama-sama dia sekarang, Harish, adalah anak saya, dia menderita kanker leukemia". Wanita itu berhenti sejenak, menangis tersedu-sedu, "Bulan lalu Harish tidak masuk sekolah, karena pengobatan chemo therapy. Kepalanya menjadi botak jadi dia tidak mau pergi kesekolah takut diejek / dihina oleh teman2 sekelasnya. Nah, minggu lalu Sindu datang kerumah dan berjanji kepada anak saya untuk mengatasi ejekan yang mungkin terjadi, hanya saya betul2 tidak menyangka kalau Sindu mau mengorbankan rambutnya yang indah untuk anakku Harish. Tuan dan istri tuan sungguh diberkati Tuhan mempunyai anak perempuan yang berhati mulia". Aku berdiri terpaku dan aku menangis. Malaikat kecilku sudah mengajarkanku tentang kasih.

0 komentar:

Posting Komentar