Rabu, 07 April 2010
Mukzizat Rasulullah
1. Kelahiran
Diriwayatkan dari Ibnu Sa’ad, dari ibunda Rasulullah, Aminah, berkata bahwa, “Setelah bayiku keluar, aku melihat ada cahaya yang keluar dari kemaluanku, menyinari istana-istana di Syam.”
2. Saat Masih dalam Buaian
Halimah binti Abu Dzu’aib adalah ibu yang menyusui Rasulullah. Diriwayatkan dari Ibnu Ishaq, bahwa Halimah pernah bercerita, bahwa suatu hari ia pergi dari negerinya bersama suami dan anaknya yang masih bayi dan beberapa wanita dari sukunya. Tujuan mereka adalah mencari anak yang bisa disusui.
Halimah mulai berkisah, “Itu terjadi pada masa panceklik, tak banyak kekayaan kami yang tersisa. Aku pergi sambil naik keledai betina berwarna putih milik kami dan seekor onta yang sudah tua dan tidak bisa lagi diperah walau setetespun. Sepanjang malam kami tidak pernah tidur karena harus meninabobokan bayi kami yang terus menerus menangis karena kelaparan. Air susuku juga tak bisa diharapkan. Sekalipun kami masih tetap mengharapkan adanya uluran tangan dan jalan keluar. Aku pergi sambil menunggangi keledai betina milik kami dan hampir tak pernah turun dari punggungnya hingga kondisi keledai itupun semakin lemah.
Akhirnya kami serombongan tiba di Mekkah dan kami langsung mencari bayi yang bisa kami susui. setiap wanita dari kami ditawari untuk menyusui Muhammad, pasti menolaknya setelah kami tahu bahwa dia adalah anak yatim. Tak mengherankan, sebab yang kami harapkan dengan menyusui bayi mereka adalah imbalan yang cukup memadai dari ayah si bayi. Kami semua berkata, “Dia anak yatim”. Tak ada pilihan lain bagi ibu dan kakek Muhammad karena kami tidak menyukai keadaannya.
Hingga pada saat rombongan kami ingin pulang, akulah satu-satunya wanita yang belum berhasil menemukan bayi yang ingin disusui. Aku berkata kepada suamiku, “Demi Allah, aku tak akan kembali dengan kalian tanpa membawa seorang bayi yang kususui. Demi Allah, aku benar-benar akan mendatangi anak yatim itu dan membawanya pulang.”
Maka aku pun menemui bayi itu (Rasulullah) dan aku siap membawanya pulang. Sesaat setelah menggendongnya, seakan-akan aku tidak kewalahan karena mendapat beban yang lain. Aku segera kembali menghampiri hewan tungganganku. Dan pada saat puting susuku kusodorkan kepadanya, bayi itu dengan lahapnya menyedot air susuku hingga kenyang. Anak kandungku sendiri juga bisa menyedot air susunya sepuasnya hingga kenyang. Setelah itu, keduanya tertidur pulas.
Suamiku kemudian menghampiri ontanya yang sudah tua. Ternyata air susunya menjadi penuh. Maka kamipun memerahnya. Suamiku bisa meminum air susu onta kami, begitupun denganku, hingga kami benar-benar kenyang. Malam itu adalah malam yang terasa paling indah bagi kami.
Keesokan harinya, suamiku berkata kepadaku, “Demi Allah, tahukah kau, Halimah, kau telah mengambil satu jiwa yang penuh berkah.”
“Demi Allah, akupun berharap demikian.”
Kemudian kamipun siap-siap pergi dan akupun menunggangi keledaiku. Semua bawaan kami juga kunaikkan bersamaku di atas punggungnya. Demi Allah, setelah kami menempuh perjalanan sekian jauh, tentulah keledai-keledai rombongan lainnya tidak akan mampu membawa beban seperti keledaiku. Sehingga mereka berkata kepadaku, “Wahai putri Abu Dzu’aib, celaka kau. Tunggulah kami! Bukankah ini keledaimu yang kau bawa dulu bersama kami?”
Aku jawab, “Ya, demi Allah. Ini adalah keledaiku yang dulu.”
Kata mereka, “Demi Allah, keledaimu kini bertambah perkasa.”
Kami pun tiba di kampung halaman kami. Aku tidak pernah melihat sepetak tanah pun milik kami yang lebih subur saat itu. Domba-domba kami datang menyambut kedatangan kami dengan keadaan kenyang dan air susu yang penuh, sehingga kami bisa memerahnya dan meminum susunya. Sementara orang lain yang berusaha memerah susu hewan ternaknya sama sekali tidak mendapatkan susu walau setetespun. Sehingga mereka berkata garang kepada para penggembalanya, “Celaka kalian! Lepaskanlah hewan gembalaan kalian seperti apa yang dilakukan terhadap gembalaannya putri Abu Dzu’aib.” Namun domba-domba mereka pulang ke rumah tetap dalam keadaan lapar dan dengan kelenjar susu yang kosong. Sementara domba-dombaku pulang dalam keadaan kenyang dan kelenjar susunya penuh berisi. Kami senantiasa mendapatkan tambahan berkah dan kebaikan dari Allah selama dua tahun menyusui Muhammad. Lalu kami menyapihnya. Dia tumbuh sehat, tidak seperti bayi-bayi yang lain. Bahkan sebelum usia dua tahun pun dia sudah tumbuh besar.
Kemudian kami membawanya kepada ibunya, meskipun kami masih berharap agar anak itu tetap berada di tengah-tengah kami, karena kami dapat merasakan berkah yang dibawanya. Maka kami menyampaikan niat ini kepada ibunya.
Aku berkata kepadanya, “Andai saja kau sudi membiarkan anak ini tetap bersama kami hingga besar. Sebab aku aku khawatir dia akan terserang penyakit yang biasa menjalar di Mekkah.” Kami terus merayu ibunya agar dia berkenan membiarkan anak itu tinggal bersama kami lagi.”
3. Pembelahan Dada Rasulullah
Muslim meriwayatkan dari Anas, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam didatangi Jibril, yang saat itu Muhammad kecil sedang asik bermain-main dengan anak kecil lainnya. Jibril memegang beliau dan menelentangkannya. Lalu dia membelah dada dan mengeluarkan hati beliau.
Kemudian Jibril mengeluarkan segumpal darah dari dada beliau, seraya berkata, “Ini adalah bagian setan yang ada pada dirimu.” Lalu Jibril mencucinya dengan air zam-zam di dalam sebuah bejana dari emas. Setelah itu, Jibril menata dan memasukkannya kembali ke tempatnya semula.
Anak-anak kecil lainnya berlarian mencari ibu susuannya sambil berkata, “Muhammad dibunuh!” Mereka pun datang menghampiri beliau dan mendapatinya dengan wajah yang semakin berseri-seri.
4. Meminta Hujan dengan Wajah Rasulullah
Ibnu Asakir mentakhrij dari Julhumah bin Arfathah, dia berkata, “Tatkala aku tiba di Mekkah, orang-orang sedang dilanda musim panceklik. Orang-orang Quraisy berkata, ‘Wahai Abu Thalib, lembah sedang kekeringan dan kemiskinan melanda. Marilah kita berdoa meminta hujan.”
Maka Abu Thalib keluar bersama seorang anak kecil (Muhammad). Wajah anak kecil ituseolah-olah matahari yang membawa mendung, yang menampakkan awan sedang berjalan perlahan. Di sekitar Abu Thalib juga terdapat beberapa anak kecil lainnya. Dia membawa anak kecil (Muhammad) itu dan menempelkan punggungnya ke dinding Ka’bah. Jemarinya memegangi anak itu. Langit yang tadinya cerah, biru bersih warnanya, tiba-tiba saja dipenuhi awan gelap yang datang dari segala penjuru. Lalu turunlah hujan yang sangat deras. Lembah-lembah terairi dan ladang-ladang menjadi subur.
Abu Thalib mengisyaratkan hal ini ke dalam syair yang dibacakannya:
“Putih berseri meminta hujan dengan wajahnya
Penolong anak yatim dan pelindung wanita janda.”
5. Tanda-tanda Nubuwah
Pada saat Rasulullah berusia mencapai dua belas tahun, Abu Thalib mengajak beliau pergi berdagang ke Syam. Hingga tiba di Bushra, suatu daerah bagian Syam, ibukota Hauran, yang merupakan ibukota orang-orang Arab, sekalipun di bawah kekuasaan Romawi.
Di negeri ini terdapat seorang pendeta dengan sebutan Bahira, nama aslinya adalah Jurjis (Georges). Tatkala rombongan Abu Thalib singgah di daerah ini, maka sang Bahira menghampiri mereka dan mempersilakan mereka mampir ke tempat tinggalnya sebagai tamu kehormatan.
Bahira telah mengetahui Muhammad kecil kelak akan menjadi utusan Allah padahal sebelumnya dia tidak pernah keluar. Tapi dia dapat mengenalnya dari tanda-tanda dan sifat-sifat yang ada pada Muhammad kecil. Dia kemudian memegang tangan anak kecil itu sambil berkata, “Orang ini adalah pemimpin semesta alam. Anak ini akan diutus Allah sebagai rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi seluruh alam).”
Abu Thalib bertanya, “Dari mana kau tahu hal itu?”
Bahira menjawab, “Sebenarnya sejak kalian tiba di Aqabah, tak ada bebatuan atau pepohonan pun melainkan mereka tunduk bersujud. Mereka tidak sujud melainkan kepada seorang nabi. Aku bisa mengetahuinya dari cincin nubuwah yang berada di bagian bawah tilang rawan bahunya. Cincin nubuwah itu berbentuk seperti buah apel. Kami juga bisa mendapatkan tanda itu di dalam kitab kami.”
Bahira kemudian meminta Abu Thalib mengirim kembali Muhammad kecil ke Mekkah dan tidak membawanya ke Syam untuk menghindar dari orang-orang Yahudi. Maka Abu Thalib menyetujuinya dan mengirim Muhammad kecil kembali ke Mekkah bersama beberapa pemuda.
6. Rasulullah Terlindungi dari Maksiat Baik Sebelum Pengangkatannya Menjadi Rasul Maupun Setelahnya
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah menghimpun sekian banyak kelebihan dari berbagai lapisan manusia selama pertumbuhan beliau. Dengan fitrahnya yang suci, beliau mengamati lembaran-lembaran kehidupan, keadaan manusia dan berbagai golongan. Sifat kefitrahan inilah yang membawa dirinya menjadi seseorang yang memiliki sifat Al Furqan (pembeda yang baik dan buruk). Beliau merasa risih terhadap khufarat dan menghindarinya. Beliau berhubungan dengan manusia dengan mempertimbangkan keadaan dirinya dan keadaan mereka. Jika tujuannya adalah kebaikan, maka beliau mau bekerja sama. Jika tidak, maka beliau lebih senang dengan kesendiriannya.
Beliau tidak mau minum khamr (minuman keras) dan tidak mau makan daging hewan yang disembelih untuk berhala. Beliau juga tidak mau menghadiri upacara atau pertemuan untuk menyembah patung-patung dan berhala lainnya. Bahkan sejak kecil, beliau senantiasa menghindari jenis penyembahan yang bathil seperti ini, sehingga tidak ada sesuatu yang lebih beliau benci selain daripada penyembahan terhadap berhala. Dan hampir-hampir beliau tidak sanggup menahan kesabaran tatkala mendengar sumpah yang diatasnamakan untuk Lata dan Uzza (nama berhala pada zaman beliau).
Ibnu Atsir meriwayatkan, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bersabda, “Tidak pernah terlintas dalam benakku suatu keinginan untuk mengikuti kebiasaan orang-orang Jahiliyah kecuali hanya dua kali. Namun kemudian Allah menjadi penghalang antara diriku dengan keinginan itu. Setelah itu aku tidak lagi berkeinginan sedikitpun sehingga Allah memuliakan aku dengan risalah-Nya.
Suatu malam aku pernah berkata kepada seorang pemuda yang sedang menggembala kambing bersamaku di sebuah bukit di Mekkah. Aku berkata kepadanya, “Tolong awasilah kambing-kambing gembalaanku, karena aku hendak masuk Mekkah dan hendak mengobrol di sana seperti yang dilakukan para pemuda yang lain.”
“Aku akan melaksanakannya,” kata pemuda rekanku.
Maka aku beranjak pergi. Di samping rumah pertama yang kulewati di Mekkah, aku mendengar suara tabuhan rebana. “Ada apa ini?” Aku bertanya.
Orang-orang menjawab, “Perhelatan pernikahan Fulan dan Fulanah.”
Aku ikut duduk-duduk dan mendengarkan. Namun Allah menutup telingaku dan aku langsung tertidur, hingga aku terbangun karena sengatan matahari esok harinya. Aku kembali menemui rekanku dan dia langsung menanyakan keadaanku. Maka aku mengabarkan apa yang terjadi. Pada malam lainnya aku berkata seperti itu pula dan aku melakukan hal yang sama. Namun lagi-lagi aku mengalami kejadian yang sama seperti malam sebelumnya. Maka setelah itu aku tidak lagi ingin berbuat hal yang buruk.”
7. Al Qur’anul Karim
Mu’jizat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang paling utama dan hingga hari ini masih bisa disaksikan manusia sepanjang zaman adalah Al-Quranul Karim dan keberadaan syariat Islam itu sendiri. Sebab sampai hari ini tak seorang pun yang mampu menjawab tantangan Al-Quranul Karim untuk membuat sebuah buku yang setara dengannya.
Dan jika kamu dalam keraguan tentang Al Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami , buatlah satu surat yang semisal Al Qur'an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.(QS.Al-Baqarah : 23)
Bahkan mereka mengatakan: “Muhammad telah membuat-buat Al Qur'an itu”, Katakanlah: “Maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar.”(QS.Huud : 13)
Tak terhitung orang yang ingin menjawab tantangan Al-Quranul Karim sepanjang zaman, tapi semua mundur teratur dengan penuh malu. Sebab setiap kali ada yang maju menjawab tantangan, yang mentertawakan bukan hanya muslimin, melainkan sesama kafirin pun ikut mentertawakannya. Padahal mereka sama-sama memusuhi Al-Quranul Kariem.
8. Tongkat yang Dapat Mengeluarkan Cahaya
Imam Ahmad bin Hambal menceritakan dari Abu Sa'id al-Khudri dan membenarkan bahwa Rasulullah telah memberi Qatada bin Nu'man suatu tongkat disuatu malam diwaktu hujan dan gelap, sambil berkata: "Tongkat ini akan menerangi sekitarmu sejauh tujuh meter. Saat kamu sampai di rumah,kamu akan melihat bayang-bayang hitam yang sebenarnya adalah syetan. Usir dia agar meninggalkan rumahmu. "Qatada pergi dengan tongkat yangmemancarkan cahaya seperti tangan tangan Musa bersinar. Saat Qatada sampai di rumah, ia melihat orang yang diuraikan Nabi dan ia mengusirnya pergi.
9. Tongkat yang Berubah Jadi Pedang
Pada perang Badar, yang menjadi sumber kekaguman, pedang Ukkasha bin Mihsan al-Asad rusak saat sedang memerangi para penyembah berhala. Rasulullah memberi dia sebuah tongkat sebagai pengganti pedangnya yang patah dan berkata padanya untuk berperang dengan tongkat itu. Tiba-tiba dengan kuasa Allah tongkat itu berubah menjadi pedang putih panjang. ia berkelahi dengan pedang itu dan tetap memakainya sampai dia mati syahid dalam pertempuran Yamama. Peristiwa ini tidak terbantah sebab Ukkasha menjadi sangat bangga akan pedangnya sehingga sepanjang hidupnya pedang itu dikenal luas dengan ‘Sang Pembantu’.
Ibn Abd Albarr, salah satu ulama brilian pada waktunya, meriwayatkan dan membenarkan bahwa Abdullah bin Jahsh, seorang keponakan Rasulullah yang pedangnya patah pada perang Uhud. Rasulullah memberi dia sebuah tongkat yang menjadi pedang saat digenggamnya. Ibn Jahsh berperang dengan pedang itu dan hasil mu'jizat itu tetap menjadi pedang setelah perang usai. Bertahun-tahun kemudia, seperti yang diriwiyatkan oleh Ibn Sayyid al Nas dalam riwayat hidup Nabi yang ditulisnya, pedang itu dijual pada seorang laki-laki yang bernama Buqhai Turki dengan harga dua ratus dirham.
Dua pedang itu adalah mu'jizat seperti tongkat Musa. Bedanya mu'jizat tongkat Musa hilang setelah Musa wafat, sedang kedua pedang itu tetap menjadi pedang setelah Rasulullah wafat.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar