Senin, 05 April 2010

Kisah Kesabaran dan Kecerdikan Ummu Sulaim (Ibunda Anas bin Malik)


Ummu Sulaim adalah salah seorang shahabiyah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Nama sebenarnya adalah Al Ghumaisha’ binti Milhan bin Khalid bin Zaid bin Haram bin Jundub bin Amir. Dia adalah ibu dari Anas bin Malik, pelayan Rasulullah yang setia menemaninya kapan pun dan di mana pun.

Ini adalah kisah tentang kesabaran yang dimilikinya.

Setelah pernikahannya dengan Abu Thalhah, Ummu Sulaim memiliki seorang anak yang bernama Abu Umair. Namun, pada saat Abu Thalhah tidak ada di rumah, Abu Umair meninggal karena sakit.

Ummu Sulaim mengurus jenazah anaknya, Abu Umair, sendiri, tanpa Abu Thalhah. Lalu dia berpesan kepada orang-orang yang menghadiri pemakaman Abu Umair, “Jangan ada seorang pun dari kalian yang mengabarkan tentang hal ini kepada Abu Thalhah.”

Ummu Sulaim pulang ke rumah sambil memikirkan bagaimana caranya memberitahukan Abu Thalhah soal kematian anaknya. Dia tidak ingin membuat sedih suaminya. Cukup dia saja yang merasakan kesedihan yang mendalam atas kematian anaknya yang masih kecil itu.

Tibalah saatnya Abu Thalhah pulang ke rumah. Dia menanyakan kepada istrinya, Ummu Sulaim, tentang keadaan anak mereka. Karena yang dia tahu saat meninggalkan rumah, anaknya itu dalam keadaan sakit. Maka pada saat pulang dia langsung menanyakan keadaan anak yang sangat disayanginya itu.

Ummu Sulaim menjawab, “Dia dalam keadaan sangat tenang.” Kemudian dia menyiapkan makanan dan melayani suaminya sebaik mungkin.

Pada malam itu Ummu Sulaim betul-betul memanjakan Abu Thalhah. Mereka melewatkan satu malam yang sangat indah.

Setelah melihat wajah Abu Thalhah yang sangat bahagia, Ummu Sulaim merasa sudah saatnya dia memberitahukan keadaan anaknya yang sebenarnya.

“Wahai Abu Thalhah, bagaimana pendapatmu jika ada sebuah keluarga meminjam sesuatu, lalu memanfaatkannya, tetapi saat diminta kembali mereka tidak menyukainya?” tanya Ummu Sulaim kepada Abu Thalhah.

“Tentulah mereka tidak adil,” jawab Abu Thalhah.

Ummu Sulaim tersenyum kecil dan menatap dalam suaminya. “Tahukah kau! Abu Umair, anakmu, adalah pinjaman dari Allah. Dan kini Allah telah mengambilnya kembali.”

Terjadi pergolakan dalam hati Abu Thalhah. Dia sangat sedih mendengar berita kematian anak yang sangat disayanginya. Dia sebenarnya ingin marah kepada istrinya karena hampir sehari semalam dia merahasiakan tentang berita yang sepenting ini. Tapi rasa ingin marah itu segera diredamnya. Dia kembali berpikir, jika dia memarahi istrinya maka itu hanya akan menambah kesedihan yang dirasakan istrinya. Dia tahu istrinya juga sangat menyayangi Abu Umair dan sangat sedih setelah kematiannya. Justru dia seharusnya menghargai apa yang dilakukan istrinya itu karena telah menghibur dirinya, memanjakannya, dan membuatnya bahagia sebelum berita ini didengarnya.

Sungguh, kesabaran dan ketabahan Ummu Sulaim telah mengalahkan kemarahan Abu Thalhah.

Abu Thalhah kemudian beristirja’ (mengucapkan ‘innaa lillahi wa innaa ilaihi raji’uun) dan memuji Allah. Lalu berkata, “Demi Allah, aku tidak akan membiarkanmu mengalahkanku dalam hal kesabaran.”

Keesokan harinya, Abu Thalhah menemui Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan menceritakan apa yang telah terjadi semalam. Mendengar kata-kata Abu Thalhah, Rasulullah pun bersabda, “Semoga Allah memberkati malam kalian berdua.”

Beberapa saat kemudian, Ummu Sulaim baru mengetahui bahwa dirinya tengah mengandung. Doa Rasulullah terkabulkan. Akhirnya kesabarannya berbuah manis. Allah mengambil kembali Abu Umair lalu menggantinya dengan seorang anak yang lain bagi pasangan Abu Thalhah dan Ummu Sulaim.

Beberapa saat berlalu hingga tibalah saat Ummu Sulaim melahirkan bayinya. Sesosok bayi lelaki mungil yang tampan telah lahir. Ummu Sulaim lalu memerintahkan Anas untuk membawa bayi kecilnya kepada Rasulullah.

Setelah bertemu Rasulullah, Anas berkata, “Wahai Rasulullah, Ummu Sulaim telah melahirkan.”

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengunyah kurma dan mentahnik (membelah mulut bayi dengan kurma yang telah dilumatkan) bayi itu.

Anas kemudian berkata, “Berilah dia nama, wahai Rasulullah.”

“Namanya adalah ‘Abdullah,” kata Rasulullah.

‘Abdullah bin Abu Thalhah tumbuh menjadi seorang pemuda yang terbaik di kalangan kaum Anshar. Dari ‘Abdullah tersebut lahirlah banyak anak. ‘Abdullah tidak meninggal sehingga dia dikaruniai sepuluh anak yang semuanya hafal al-Qur-an, dan dia wajat di jalan Allah.

0 komentar:

Posting Komentar