Sebuah kapal karam di tengah laut karena terjangan badai dan ombak hebat. Hanya dua orang lelaki yang bisa menyelamatkan diri dan berenang ke sebuah pulau kecil yang gersang.
Dua orang yang selamat itu tak tahu apa yang harus dilakukan. Namun, mereka berdua yakin bahwa tidak ada yang dapat dilakukan kecuali berdoa kepada Tuhan. Untuk mengetahui doa siapakah yang paling dikabulkan, mereka sepakat untuk membagi pulau kecil itu menjadi dua wilayah. Dan mereka tinggal sendiri-sendiri berseberangan di sisi-sisi pulau tersebut.
Doa pertama yang mereka panjatkan. Mereka memohon agar diturunkan makanan. Esok harinya, lelaki ke satu melihat sebuah pohon penuh dengan buah-buahan tumbuh di sisi tempat tinggalnya. Sedangkan di daerah tempat tinggal lelaki yang lainnya tetap kosong.
Seminggu kemudian, lelaki yang ke satu merasa kesepian dan memutuskan untuk berdoa agar diberikan seorang istri. Keesokan harinya, ada kapal yang karam dan satu-satunya penumpang yang selamat adalah seorang wanita yang berenang dan terdampar di sisi tempat lelaki ke satu itu tinggal. Sedangkan di sisi tempat tinggal lelaki ke dua tetap saja tidak ada apa-apanya.
Segera saja, lelaki ke satu ini berdoa memohon rumah, pakaian, dan makanan. Keesokan harinya, seperti keajaiban saja, semua yang diminta hadir untuknya. Sedangkan lelaki yang kedua tetap saja tidak mendapatkan apa-apa.
Akhirnya, lelaki ke satu ini berdoa meminta kapal agar ia dan istrinya dapat meninggalkan pulau itu. Pagi harinya mereka menemukan sebuah kapal tertambat di sisi pantainya. Segera saja lelaki ke satu dan istrinya naik ke atas kapal dan siap-siap untuk berlayar meninggalkan pulau itu. Ia pun memutuskan untuk meninggalkan lelaki ke dua yang tinggal di sisi lain pulau. Menurutnya, memang lelaki kedua itu tidak pantas menerima pemberian Tuhan karena doa-doanya tak terkabulkan.
Sahabat KASKUSER, tahukah Anda do’a apa yang dipanjatkan oleh lelaki kedua tersebut ? lelaki kedua tersebut berdo’a memohon agar seluruh permintaan Lelaki yang pertama dikabulkan ?! .
begitulah mungkin kebanyakan dari kita ketika kita telah meraih kesusksesan demi kesuksesan, kita kadang lupa bahwa ada peran orang lain yang mungkin tak pernah kita sangka dan tak juga kita hitung ternyata sangat berperan dalam langkah-langkah kita menuju kesuksesan.
Allah telah mengajarkan kita di dalam Al-Quran untuk berdoa, bukan hanya untuk kepentingan diri sendiri, tetapi untuk orang lain dan orang-orang terdahulu dari kita.
“ dan orang-orang yang datang sesudah mereka berdoa ,“ Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami dan janganlah Engkau tanamkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sungguh Engkau Maha Penyantun dan Maha Penyayang” (Al Hasyr: 10)
Indahnya doa ini. Begitu dalam maknanya. Jika diteliti, doa untuk diri sendiri adalah hanya permohonan keampunan dari Allah SWT dan selebihnya adalah untuk orang-orang lain yang beriman, bahkan yang telah lebih dahulu beriman. Selanjutnya adalah permintaan agar menyatupadukan hati dalam kebersihan sesama orang beriman.
Bersih dari kedengkian, dari hasad, dari iri hati dan bersih dari apa-apa perasaan yang boleh merusak kebersamaan antara orang-orang yang beriman. Dan kebersihan hati yang dimohonkan itu bukan bersifat peribadi, tetapi untuk permohonan bersama. Sungguh indah!
Rasulullah SAW mengajarkan kita mendoakan saudara kita di saat tidak diketahui orang lain, terlebih lagi untuk orang yang kita doakan. Lisan orang berdoa untuk saudaranya adalah wasilah agar doa itu dikabulkan Allah SWT.
“ tidaklah seorang Muslim berdoa untuk saudaranya dalam kondisi tidak ada orang yang mengetahuinya, kecuali Malaikat yang diutus mengatakan kepadanya, “ dan bagimu apa yang engkau minta untuk saudaranmu” (HR Muslim)
Kehadiran malaikat yang mengaminkan permohonan seseorang sebagaimana permohonan orang tersebut kepada saudaranya mengandungi makna lain bahawa doa itu diucapkan kembali kepada diri sendiri.
Mendoakan orang lain menunjukkan perhatian kita kepada orang lain. Sikap kepedulian dan empati ini yang dianjurkan oleh Islam. Maka mendoakan orang lain secara automatiknya menghilangkan perasaan ke’aku’an dan menyingkirkan keegoaan dalam diri. Seseorang yang kerap mendoakan orang lain adalah lebih dekat dengan reality hidup dan lebih sedar akan keterbatasan sebagai hambaNya. Lebih merasakan kesyukuran yang lebih dalam daripada kondisi diri yang dialami kerana melihat kondisi orang lain yang lebih berat.
Sumber : kaskus
Selasa, 19 Juli 2011
AYAH…. IBU…. CIUM AKU DONG !
Sahabat, fenomena makin maraknya anak jalanan bukan semata karena faktor ekonomi lemah para orang tua, namun ternyata tidak sedikit dari anak jalanan itu adalah anak-anak dari keluarga yang mapan ekonominya kendati ada perbedaan tempat atau wilayah tongkrongan mereka, ada yang nongkrong dan menikmati kebebasannya di bawah jembatan, pinggir trotoar dan lampu merah namun ada juga yang menikmati kebebasan dan mencari kasih sayang yang hilang di mal-mal, discotik dan hotel.
Kedua kelompok tersebut hakekatnya adalah sama ketika tali kendali kasih sayang dari para orang tua terlepas karena sebuah alasan klasik SIBUK. Padahal sebenarnya anak-anak kita itu membutuhkan sesuatu yang kadang terlihat oleh kita sesuatu yang sepele tetapi bagi anak kita adalah sangat-sangat berharga, kisah dibawah ini adalah salah satu ilustrasi yang layak kita renungkan.
Ada seorang gadis kecil bernama Sari. Ayah Sari bekerja enam hari dalam seminggu, dan sering kali sudah lelah saat pulang dari kantor. Ibu Sari bekerja sama kerasnya mengurus keluarga mereka memasak, mencuci dan mengerjakan banyak tugas rumah tangga lainnya.
Mereka keluarga baik-baik dan hidup mereka nyaman. Hanya ada satu kekurangan, tapi Sari tidak menyadarinya.
Suatu hari, ketika berusia sembilan tahun, ia menginap dirumah temannya, Dewi, untuk pertama kalinya. Ketika waktu tidur tiba, ibu Dewi mengantar dua anak itu ketempat tidur dam memberikan ciuman dan salam kepada mereka berdua.
“Ibu sayang padamu, nak,” kata ibu Dewi.
“Aku juga sayang Ibu,” gumam Dewi.
Sari sangat heran, hingga tak bisa tidur. Tak pernah ada yang memberikan ciuman apappun padanya..
Juga tak ada yang pernah mengatakan menyayanginya. Sepanjang malam ia berbaring sambil berpikir, Mestinya memang seperti itu ..
Ketika ia pulang, orang tuanya tampak senang melihatnya.
“Kau senang di rumah Dewi?” tanya ibunya.
“Rumah ini sepi sekali tanpa kau,” kata ayahnya.
Sari tidak menjawab. Ia lari ke kamarnya. Ia benci pada orangtunya. Kenapa mereka tak pernah menciumnya? Kenapa mereka tak pernah memeluknya atau mengatakan menyayanginya ? Apa mereka tidak menyayanginya?. Ingin rasanya ia lari dari rumah, dan tinggal bersama ibu Dewi.
Mungkin ada kekeliruan, apakah orang tuanya ini bukanlah orang tua kandungnya. Mungkin ibunya yang asli adalah ibu Dewi. Malam itu, sebelum tidur, ia mendatangi orangtunya.
“Selamat malam,”katanya.
Ayahnya,yang sedang membaca koran, menoleh.
“Selamat malam,” sahut ayahnya.
Ibu Sari meletakkan jahitannya dan tersenyum.
“Selamat malam, Sari.”
Tak ada yang bergerak. Sari tidak tahan lagi.
“Kenapa aku tidak pernah diberi ciuman?” tanyanya.
Ibunya tampak bingung.
“Ya....? , apa sari ? ” tanya sang ibu, sambil terbata-bata, ibu Sari menjawab “ eemmm, perasaan dulu ketika ibu masih kecil tidak ada yang pernah mencium Ibu, mungkin itu saja kali nak.”
Sari menangis sampai tertidur. Selama berhari-hari ia merasa marah. Akhirnya ia memutuskan untuk kabur.
Ia akan pergi ke rumah Dewi dan tinggal bersama mereka. Ia tidak akan pernah kembali kepada orang tuanya yang tidak pernah menyayanginya. Ia mengemasi ranselnya dan pergi diam-diam. Tapi begitu tiba di rumah Dewi, ia tidak berani masuk. Ia merasa takkan ada yang mempercayainya. Ia takkan diizinkan tinggal bersama orang tua Dewi.
Maka ia membatalkan rencananya dan pergi. Segalanya terasa kosong dan tidak menyenangkan.
Ia takkan pernah mempunyai keluarga seperti keluarga Dewi. Ia terjebak selamanya bersama orang tua yang paling buruk dan paling tak punya rasa sayang di dunia ini. Sari tidak langsung pulang, tapi pergi ke taman dan duduk di bangku.
Ia duduk lama, sambil berpikir,hingga hari gelap. Sekonyong-konyong ia mendapat gagasan. Rencananya pasti berhasil . Ia kan membuatnya berhasil. Ketika ia masuk ke rumahnya, ayahnya sedang menelpon. Sang ayah langsung menutup telepon. ibunya sedang duduk dengan ekspresi cemas. Begitu Sari masuk, ibunya berseru,” Dari mana saja kamu ? Kami cemas sekali!”.
Sari tidak menjawab, melainkan menghampiri ibunya dan memberikan ciuman di pipi, sambil berkata,”Aku sayang padamu,Bu.”
Ibunya sangat terperanjat, hingga tak bisa bicara.
Lalu Sari menghampiri ayahnya dan memeluknya sambil berkata, “Assalaamu’alaikum, Yah. Aku sayang padamu,”
Lalu ia pergi tidur, meninggalkan kedua orangtunya yang terperangah di dapur.
Keesokan paginya, ketika turun untuk sarapan, ia memberikan ciuman lagi pada ayah dan ibunya. Di halte bus, ia berjingkat dan mengecup ibunya.
“I....bu ,Aku sayang padamu.”,”katanya.
Itulah yang dilakukan Sari setiap hari selama setiap minggu dan setiap bulan. Kadang-kadang orang tuanya menarik diri darinya dengan kaku dan canggung. Kadang-kadang mereka hanya tertawa. Tapi mereka tak pernah membalas ciumannya. Namun Sari tidak putus asa.
Ia telah membuat rencana, dan ia menjalaninya dengan konsisten. Lalu suatu malam ia lupa mencium ibunya sebelum tidur. Tak lama kemudian, pintu kamarnya terbuka dan ibunya masuk.
“Mana ciuman untukku ?” tanya ibunya, pura-pura marah.
Sari duduk tegak.
“Oh, aku lupa,” sahutnya. Lalu ia mencium ibunya.
“Aku sayang padalmu, Bu.” Kemudian ia berbaring lagi.
“Assalaamu’alaikum, ibu,”katanya, lalu memejamkan mata.
Tapi ibunya tidak segera keluar.
Akhirnya ibunya berkata. “Aku juga sayang padamu, nak.”
Setelah itu ibunya membungkuk dan mengecup pipi Sari.
“Dan jangan pernah lupa menciumku lagi,” katanya dengan nada dibuat tegas. Sari tertawa.
“Baiklah,”katanya.
Dan ia memang tak pernah lupa lagi. Bertahun-tahun kemudian, Sari mempunyai anak sendiri, dan ia selalu memberikan ciuman pada bayi itu, sampai katanya pipi mungil bayinya menjadi merah.
Dan setiap kali ia pulang ke rumah, yang pertama dikatakan ibunya adalah, “Mana ciuman untukku?”
Dan kalau sudah waktunya Sari pulang, ibunya akan berkata, “Aku sayang padamu. Kau tahu itu, bukan?”, “Ya,Bu,” kata Sari. “Sejak dulu aku sudah tahu.” .
Dalam sebuah hadits shahih riwayat Bukhari:
“Bahwa Nabi Shallahu’alaihi wasallam mencium Hasan bin Ali, dan disamping beliau ada Aqro’ bin Habis at-Tamimy, maka berkatalah Aqro’: Sesungguhnya aku punya 10 orang anak tetapi tidak seorangpun yang pernah kucium. Lalu Rasulullah Shallahu’alaihi wasallam melihat kepadanya seraya berkata : Barangsiapa yang tidak mau menyayangi maka ia tidak akan disayangi”.
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu’anha, ia berkata:
“Telah datang seorang badui kepada Nabi Shallahu’alaihi wasallam dan ia berkata: kalian menciumi anak-anak kecil, tapi kami tidak pernah menciumi meraka. Berkatalah Nabi Shallahu’alaihi wasallam: Aku tak kuasa (memberi kasih sayang di hati kalian) jika Allah telah mencabut kasih sayang itu dari hati kalian.
Sumber : kaskus
Kedua kelompok tersebut hakekatnya adalah sama ketika tali kendali kasih sayang dari para orang tua terlepas karena sebuah alasan klasik SIBUK. Padahal sebenarnya anak-anak kita itu membutuhkan sesuatu yang kadang terlihat oleh kita sesuatu yang sepele tetapi bagi anak kita adalah sangat-sangat berharga, kisah dibawah ini adalah salah satu ilustrasi yang layak kita renungkan.
Ada seorang gadis kecil bernama Sari. Ayah Sari bekerja enam hari dalam seminggu, dan sering kali sudah lelah saat pulang dari kantor. Ibu Sari bekerja sama kerasnya mengurus keluarga mereka memasak, mencuci dan mengerjakan banyak tugas rumah tangga lainnya.
Mereka keluarga baik-baik dan hidup mereka nyaman. Hanya ada satu kekurangan, tapi Sari tidak menyadarinya.
Suatu hari, ketika berusia sembilan tahun, ia menginap dirumah temannya, Dewi, untuk pertama kalinya. Ketika waktu tidur tiba, ibu Dewi mengantar dua anak itu ketempat tidur dam memberikan ciuman dan salam kepada mereka berdua.
“Ibu sayang padamu, nak,” kata ibu Dewi.
“Aku juga sayang Ibu,” gumam Dewi.
Sari sangat heran, hingga tak bisa tidur. Tak pernah ada yang memberikan ciuman apappun padanya..
Juga tak ada yang pernah mengatakan menyayanginya. Sepanjang malam ia berbaring sambil berpikir, Mestinya memang seperti itu ..
Ketika ia pulang, orang tuanya tampak senang melihatnya.
“Kau senang di rumah Dewi?” tanya ibunya.
“Rumah ini sepi sekali tanpa kau,” kata ayahnya.
Sari tidak menjawab. Ia lari ke kamarnya. Ia benci pada orangtunya. Kenapa mereka tak pernah menciumnya? Kenapa mereka tak pernah memeluknya atau mengatakan menyayanginya ? Apa mereka tidak menyayanginya?. Ingin rasanya ia lari dari rumah, dan tinggal bersama ibu Dewi.
Mungkin ada kekeliruan, apakah orang tuanya ini bukanlah orang tua kandungnya. Mungkin ibunya yang asli adalah ibu Dewi. Malam itu, sebelum tidur, ia mendatangi orangtunya.
“Selamat malam,”katanya.
Ayahnya,yang sedang membaca koran, menoleh.
“Selamat malam,” sahut ayahnya.
Ibu Sari meletakkan jahitannya dan tersenyum.
“Selamat malam, Sari.”
Tak ada yang bergerak. Sari tidak tahan lagi.
“Kenapa aku tidak pernah diberi ciuman?” tanyanya.
Ibunya tampak bingung.
“Ya....? , apa sari ? ” tanya sang ibu, sambil terbata-bata, ibu Sari menjawab “ eemmm, perasaan dulu ketika ibu masih kecil tidak ada yang pernah mencium Ibu, mungkin itu saja kali nak.”
Sari menangis sampai tertidur. Selama berhari-hari ia merasa marah. Akhirnya ia memutuskan untuk kabur.
Ia akan pergi ke rumah Dewi dan tinggal bersama mereka. Ia tidak akan pernah kembali kepada orang tuanya yang tidak pernah menyayanginya. Ia mengemasi ranselnya dan pergi diam-diam. Tapi begitu tiba di rumah Dewi, ia tidak berani masuk. Ia merasa takkan ada yang mempercayainya. Ia takkan diizinkan tinggal bersama orang tua Dewi.
Maka ia membatalkan rencananya dan pergi. Segalanya terasa kosong dan tidak menyenangkan.
Ia takkan pernah mempunyai keluarga seperti keluarga Dewi. Ia terjebak selamanya bersama orang tua yang paling buruk dan paling tak punya rasa sayang di dunia ini. Sari tidak langsung pulang, tapi pergi ke taman dan duduk di bangku.
Ia duduk lama, sambil berpikir,hingga hari gelap. Sekonyong-konyong ia mendapat gagasan. Rencananya pasti berhasil . Ia kan membuatnya berhasil. Ketika ia masuk ke rumahnya, ayahnya sedang menelpon. Sang ayah langsung menutup telepon. ibunya sedang duduk dengan ekspresi cemas. Begitu Sari masuk, ibunya berseru,” Dari mana saja kamu ? Kami cemas sekali!”.
Sari tidak menjawab, melainkan menghampiri ibunya dan memberikan ciuman di pipi, sambil berkata,”Aku sayang padamu,Bu.”
Ibunya sangat terperanjat, hingga tak bisa bicara.
Lalu Sari menghampiri ayahnya dan memeluknya sambil berkata, “Assalaamu’alaikum, Yah. Aku sayang padamu,”
Lalu ia pergi tidur, meninggalkan kedua orangtunya yang terperangah di dapur.
Keesokan paginya, ketika turun untuk sarapan, ia memberikan ciuman lagi pada ayah dan ibunya. Di halte bus, ia berjingkat dan mengecup ibunya.
“I....bu ,Aku sayang padamu.”,”katanya.
Itulah yang dilakukan Sari setiap hari selama setiap minggu dan setiap bulan. Kadang-kadang orang tuanya menarik diri darinya dengan kaku dan canggung. Kadang-kadang mereka hanya tertawa. Tapi mereka tak pernah membalas ciumannya. Namun Sari tidak putus asa.
Ia telah membuat rencana, dan ia menjalaninya dengan konsisten. Lalu suatu malam ia lupa mencium ibunya sebelum tidur. Tak lama kemudian, pintu kamarnya terbuka dan ibunya masuk.
“Mana ciuman untukku ?” tanya ibunya, pura-pura marah.
Sari duduk tegak.
“Oh, aku lupa,” sahutnya. Lalu ia mencium ibunya.
“Aku sayang padalmu, Bu.” Kemudian ia berbaring lagi.
“Assalaamu’alaikum, ibu,”katanya, lalu memejamkan mata.
Tapi ibunya tidak segera keluar.
Akhirnya ibunya berkata. “Aku juga sayang padamu, nak.”
Setelah itu ibunya membungkuk dan mengecup pipi Sari.
“Dan jangan pernah lupa menciumku lagi,” katanya dengan nada dibuat tegas. Sari tertawa.
“Baiklah,”katanya.
Dan ia memang tak pernah lupa lagi. Bertahun-tahun kemudian, Sari mempunyai anak sendiri, dan ia selalu memberikan ciuman pada bayi itu, sampai katanya pipi mungil bayinya menjadi merah.
Dan setiap kali ia pulang ke rumah, yang pertama dikatakan ibunya adalah, “Mana ciuman untukku?”
Dan kalau sudah waktunya Sari pulang, ibunya akan berkata, “Aku sayang padamu. Kau tahu itu, bukan?”, “Ya,Bu,” kata Sari. “Sejak dulu aku sudah tahu.” .
Dalam sebuah hadits shahih riwayat Bukhari:
“Bahwa Nabi Shallahu’alaihi wasallam mencium Hasan bin Ali, dan disamping beliau ada Aqro’ bin Habis at-Tamimy, maka berkatalah Aqro’: Sesungguhnya aku punya 10 orang anak tetapi tidak seorangpun yang pernah kucium. Lalu Rasulullah Shallahu’alaihi wasallam melihat kepadanya seraya berkata : Barangsiapa yang tidak mau menyayangi maka ia tidak akan disayangi”.
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu’anha, ia berkata:
“Telah datang seorang badui kepada Nabi Shallahu’alaihi wasallam dan ia berkata: kalian menciumi anak-anak kecil, tapi kami tidak pernah menciumi meraka. Berkatalah Nabi Shallahu’alaihi wasallam: Aku tak kuasa (memberi kasih sayang di hati kalian) jika Allah telah mencabut kasih sayang itu dari hati kalian.
Sumber : kaskus
BUAH DARI BELAJAR & MEMBANTU
Sungguh sebuah karunia yang luar biasa bagi saya bisa bertemu dengan seorang yang memiliki pribadi dan kisah menakjubkan. Dialah Houtman Zainal Arifin, seorang pedagang asongan, anak jalanan, Office Boy yang kemudian menjadi Vice President Citibank di Indonesia. Sebuah jabatan Nomor 1 di Indonesia karena Presiden Direktur Citibank sendiri berada di USA.
Tepatnya 10 Juni 2010, saya berkesempatan bertemu pak Houtman. Kala itu saya sedang mengikuti training leadership yang diadakan oleh kantor saya, Bank Syariah Mandiri di Hotel Treva International, Jakarta. Selama satu minggu saya memperoleh pelatihan yang luar biasa mencerahkan, salah satu nya saya peroleh dari Pak Houtman. Berikut kisah inspirasinya:
Sekitar tahun 60an Houtman memulai karirnya sebagai perantau, berangkat dari desa ke jalanan Ibukota. Merantau dari kampung dengan penuh impian dan harapan, Houtman remaja berangkat ke Jakarta. Di Jakarta ternyata Houtman harus menerima kenyataan bahwa kehidupan ibukota ternyata sangat keras dan tidak mudah. Tidak ada pilihan bagi seorang lulusan SMA di Jakarta, pekerjaan tidak mudah diperoleh. Houtman pun memilih bertahan hidup dengan profesi sebagai pedagang asongan, dari jalan raya ke kolong jembatan kemudian ke lampu merah menjajakan dagangannya.
Tetapi kondisi seperti ini tidak membuat Houtman kehilangan cita-cita dan impian. Suatu ketika Houtman beristirahat di sebuah kolong jembatan, dia memperhatikan kendaran-kendaraan mewah yang berseliweran di jalan Jakarta. Para penumpang mobil tersebut berpakaian rapih, keren dan berdasi. Houtman remaja pun ingin seperti mereka, mengendarai kendaraan berpendingin, berpakaian necis dan tentu saja memiliki uang yang banyak. Saat itu juga Houtman menggantungkan cita-citanya setinggi langit, sebuah cita-cita dan tekad diazamkan dalam hatinya.
Azam atau tekad yang kuat dari Houtman telah membuatnya ingin segera merubah nasib. Tanpa menunggu waktu lama Houtman segera memulai mengirimkan lamaran kerja ke setiap gedung bertingkat yang dia ketahui. Bila ada gedung yang menurutnya bagus maka pasti dengan segera dikirimkannya sebuah lamaran kerja. Houtman menyisihkan setiap keuntungan yang diperolehnya dari berdagang asongan digunakan untuk membiayai lamaran kerja.
Sampai suatu saat Houtman mendapat panggilan kerja dari sebuah perusahaan yang sangat terkenal dan terkemuka di Dunia, The First National City Bank (citibank), sebuah bank bonafid dari USA. Houtman pun diterima bekerja sebagai seorang Office Boy. Sebuah jabatan paling dasar, paling bawah dalam sebuah hierarki organisasi dengan tugas utama membersihkan ruangan kantor, wc, ruang kerja dan ruangan lainnya.
Tapi Houtman tetap bangga dengan jabatannya, dia tidak menampik pekerjaan. Diterimanyalah jabatan tersebut dengan sebuah cita-cita yang tinggi. Houtman percaya bahwa nasib akan berubah sehingga tanpa disadarinya Houtman telah membuka pintu masa depan menjadi orang yang berbeda.
Sebagai Office Boy Houtman selalu mengerjakan tugas dan pekerjaannya dengan baik. Terkadang dia rela membantu para staf dengan sukarela. Selepas sore saat seluruh pekerjaan telah usai Houtman berusaha menambah pengetahuan dengan bertanya tanya kepada para pegawai. Dia bertanya mengenai istilah istilah bank yang rumit, walaupun terkadang saat bertanya dia menjadi bahan tertawaan atau sang staf mengernyitkan dahinya. Mungkin dalam benak pegawai ”ngapain nih OB nanya-nanya istilah bank segala, kayak ngerti aja”. Sampai akhirnya Houtman sedikit demi sedikit familiar dengan dengan istilah bank seperti Letter of Credit, Bank Garansi, Transfer, Kliring, dll.
Suatu saat Houtman tertegun dengan sebuah mesin yang dapat menduplikasi dokumen (saat ini dikenal dengan mesin photo copy). Ketika itu mesin foto kopi sangatlah langka, hanya perusahaan perusahaan tertentu lah yang memiliki mesin tersebut dan diperlukan seorang petugas khusus untuk mengoperasikannya. Setiap selesai pekerjaan setelah jam 4 sore Houtman sering mengunjungi mesin tersebut dan minta kepada petugas foto kopi untuk mengajarinya.
Houtman pun akhirnya mahir mengoperasikan mesin foto kopi, dan tanpa di sadarinya pintu pertama masa depan terbuka. Pada suatu hari petugas mesin foto kopi itu berhalangan dan praktis hanya Houtman yang bisa menggantikannya, sejak itu pula Houtman resmi naik jabatan dari OB sebagai Tukang Foto Kopi.
Menjadi tukang foto kopi merupakan sebuah prestasi bagi Houtman, tetapi Houtman tidak cepat berpuas diri. Disela-sela kesibukannya Houtman terus menambah pengetahuan dan minat akan bidang lain. Houtman tertegun melihat salah seorang staf memiliki setumpuk pekerjaan di mejanya. Houtman pun menawarkan bantuan kepada staf tersebut hingga membuat sang staf tertegun. “bener nih lo mo mau bantuin gua” begitu Houtman mengenang ucapan sang staff dulu. “iya bener saya mau bantu, sekalian nambah ilmu” begitu Houtman menjawab.
“Tapi hati-hati ya ngga boleh salah, kalau salah tanggungjawab lo, bisa dipecat lo”, sang staff mewanti-wanti dengan keras. Akhirnya Houtman diberi setumpuk dokumen, tugas dia adalah membubuhkan stempel pada Cek, Bilyet Giro dan dokumen lainnya pada kolom tertentu. Stempel tersebut harus berada di dalam kolom tidak boleh menyimpang atau keluar kolom. Alhasil Houtman membutuhkan waktu berjam-jam untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut karena dia sangat berhati-hati sekali.
Selama mengerjakan tugas tersebut Houtman tidak sekedar mencap, tapi dia membaca dan mempelajari dokumen yang ada. Akibatnya Houtman sedikit demi sedikit memahami berbagai istilah dan teknis perbankan. Kelak pengetahuannya ini membawa Houtman kepada jabatan yang tidak pernah diduganya.
Houtman cepat menguasai berbagai pekerjaan yang diberikan dan selalu mengerjakan seluruh tugasnya dengan baik. Dia pun ringan tangan untuk membantu orang lain, para staff dan atasannya. Sehingga para staff pun tidak segan untuk membagi ilmu kepadanya. Sampai suatu saat pejabat di Citibank mengangkatnya menjadi pegawai bank karena prestasi dan kompetensi yang dimilikinya, padahal Houtman hanyalah lulusan SMA.
Peristiwa pengangkatan Houtman menjadi pegawai Bank menjadi berita luar biasa heboh dan kontroversial. Bagaimana bisa seorang OB menjadi staff, bahkan rekan sesama OB mencibir Houtman sebagai orang yang tidak konsisten. Houtman dianggap tidak konsisten dengan tugasnya, “jika masuk OB, ya pensiun harus OB juga” begitu rekan sesama OB menggugat.
Houtman tidak patah semangat, dicibir teman-teman bahkan rekan sesama staf pun tidak membuat goyah. Houtman terus mengasah keterampilan dan berbagi membantu rekan kerjanya yang lain. Hanya membantulah yang bisa diberikan oleh Houtman, karena materi tidak ia miliki. Houtman tidak pernah lama dalam memegang suatu jabatan, sama seperti ketika menjadi OB yang haus akan ilmu baru. Houtman selalu mencoba tantangan dan pekerjaan baru. Sehingga karir Houtman melesat bak panah meninggalkan rekan sesama OB bahkan staff yang mengajarinya tentang istilah bank.
19 tahun kemudian sejak Houtman masuk sebagai Office Boy di The First National City Bank, Houtman mencapai jabatan tertingginya yaitu Vice President. Sebuah jabatan puncak citibank di Indonesia. Jabatan tertinggi citibank sendiri berada di USA yaitu Presiden Director yang tidak mungkin dijabat oleh orang Indonesia.
Sampai dengan saat ini belum ada yang mampu memecahkan rekor Houtman masuk sebagai OB pensiun sebagai Vice President, dan hanya berpendidikan SMA. Houtman pun kini pensiun dengan berbagai jabatan pernah diembannya, menjadi staf ahli citibank asia pasifik, menjadi penasehat keuangan salah satu gubernur, menjabat CEO di berbagai perusahaan dan menjadi inspirator bagi banyak orang .
Sahabat KASKUSER, begitulah dahsyatnya orang-orang yang HAUS ILMU dan SUKA MEMBANTU.
Sumber : kaskus
Tepatnya 10 Juni 2010, saya berkesempatan bertemu pak Houtman. Kala itu saya sedang mengikuti training leadership yang diadakan oleh kantor saya, Bank Syariah Mandiri di Hotel Treva International, Jakarta. Selama satu minggu saya memperoleh pelatihan yang luar biasa mencerahkan, salah satu nya saya peroleh dari Pak Houtman. Berikut kisah inspirasinya:
Sekitar tahun 60an Houtman memulai karirnya sebagai perantau, berangkat dari desa ke jalanan Ibukota. Merantau dari kampung dengan penuh impian dan harapan, Houtman remaja berangkat ke Jakarta. Di Jakarta ternyata Houtman harus menerima kenyataan bahwa kehidupan ibukota ternyata sangat keras dan tidak mudah. Tidak ada pilihan bagi seorang lulusan SMA di Jakarta, pekerjaan tidak mudah diperoleh. Houtman pun memilih bertahan hidup dengan profesi sebagai pedagang asongan, dari jalan raya ke kolong jembatan kemudian ke lampu merah menjajakan dagangannya.
Tetapi kondisi seperti ini tidak membuat Houtman kehilangan cita-cita dan impian. Suatu ketika Houtman beristirahat di sebuah kolong jembatan, dia memperhatikan kendaran-kendaraan mewah yang berseliweran di jalan Jakarta. Para penumpang mobil tersebut berpakaian rapih, keren dan berdasi. Houtman remaja pun ingin seperti mereka, mengendarai kendaraan berpendingin, berpakaian necis dan tentu saja memiliki uang yang banyak. Saat itu juga Houtman menggantungkan cita-citanya setinggi langit, sebuah cita-cita dan tekad diazamkan dalam hatinya.
Azam atau tekad yang kuat dari Houtman telah membuatnya ingin segera merubah nasib. Tanpa menunggu waktu lama Houtman segera memulai mengirimkan lamaran kerja ke setiap gedung bertingkat yang dia ketahui. Bila ada gedung yang menurutnya bagus maka pasti dengan segera dikirimkannya sebuah lamaran kerja. Houtman menyisihkan setiap keuntungan yang diperolehnya dari berdagang asongan digunakan untuk membiayai lamaran kerja.
Sampai suatu saat Houtman mendapat panggilan kerja dari sebuah perusahaan yang sangat terkenal dan terkemuka di Dunia, The First National City Bank (citibank), sebuah bank bonafid dari USA. Houtman pun diterima bekerja sebagai seorang Office Boy. Sebuah jabatan paling dasar, paling bawah dalam sebuah hierarki organisasi dengan tugas utama membersihkan ruangan kantor, wc, ruang kerja dan ruangan lainnya.
Tapi Houtman tetap bangga dengan jabatannya, dia tidak menampik pekerjaan. Diterimanyalah jabatan tersebut dengan sebuah cita-cita yang tinggi. Houtman percaya bahwa nasib akan berubah sehingga tanpa disadarinya Houtman telah membuka pintu masa depan menjadi orang yang berbeda.
Sebagai Office Boy Houtman selalu mengerjakan tugas dan pekerjaannya dengan baik. Terkadang dia rela membantu para staf dengan sukarela. Selepas sore saat seluruh pekerjaan telah usai Houtman berusaha menambah pengetahuan dengan bertanya tanya kepada para pegawai. Dia bertanya mengenai istilah istilah bank yang rumit, walaupun terkadang saat bertanya dia menjadi bahan tertawaan atau sang staf mengernyitkan dahinya. Mungkin dalam benak pegawai ”ngapain nih OB nanya-nanya istilah bank segala, kayak ngerti aja”. Sampai akhirnya Houtman sedikit demi sedikit familiar dengan dengan istilah bank seperti Letter of Credit, Bank Garansi, Transfer, Kliring, dll.
Suatu saat Houtman tertegun dengan sebuah mesin yang dapat menduplikasi dokumen (saat ini dikenal dengan mesin photo copy). Ketika itu mesin foto kopi sangatlah langka, hanya perusahaan perusahaan tertentu lah yang memiliki mesin tersebut dan diperlukan seorang petugas khusus untuk mengoperasikannya. Setiap selesai pekerjaan setelah jam 4 sore Houtman sering mengunjungi mesin tersebut dan minta kepada petugas foto kopi untuk mengajarinya.
Houtman pun akhirnya mahir mengoperasikan mesin foto kopi, dan tanpa di sadarinya pintu pertama masa depan terbuka. Pada suatu hari petugas mesin foto kopi itu berhalangan dan praktis hanya Houtman yang bisa menggantikannya, sejak itu pula Houtman resmi naik jabatan dari OB sebagai Tukang Foto Kopi.
Menjadi tukang foto kopi merupakan sebuah prestasi bagi Houtman, tetapi Houtman tidak cepat berpuas diri. Disela-sela kesibukannya Houtman terus menambah pengetahuan dan minat akan bidang lain. Houtman tertegun melihat salah seorang staf memiliki setumpuk pekerjaan di mejanya. Houtman pun menawarkan bantuan kepada staf tersebut hingga membuat sang staf tertegun. “bener nih lo mo mau bantuin gua” begitu Houtman mengenang ucapan sang staff dulu. “iya bener saya mau bantu, sekalian nambah ilmu” begitu Houtman menjawab.
“Tapi hati-hati ya ngga boleh salah, kalau salah tanggungjawab lo, bisa dipecat lo”, sang staff mewanti-wanti dengan keras. Akhirnya Houtman diberi setumpuk dokumen, tugas dia adalah membubuhkan stempel pada Cek, Bilyet Giro dan dokumen lainnya pada kolom tertentu. Stempel tersebut harus berada di dalam kolom tidak boleh menyimpang atau keluar kolom. Alhasil Houtman membutuhkan waktu berjam-jam untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut karena dia sangat berhati-hati sekali.
Selama mengerjakan tugas tersebut Houtman tidak sekedar mencap, tapi dia membaca dan mempelajari dokumen yang ada. Akibatnya Houtman sedikit demi sedikit memahami berbagai istilah dan teknis perbankan. Kelak pengetahuannya ini membawa Houtman kepada jabatan yang tidak pernah diduganya.
Houtman cepat menguasai berbagai pekerjaan yang diberikan dan selalu mengerjakan seluruh tugasnya dengan baik. Dia pun ringan tangan untuk membantu orang lain, para staff dan atasannya. Sehingga para staff pun tidak segan untuk membagi ilmu kepadanya. Sampai suatu saat pejabat di Citibank mengangkatnya menjadi pegawai bank karena prestasi dan kompetensi yang dimilikinya, padahal Houtman hanyalah lulusan SMA.
Peristiwa pengangkatan Houtman menjadi pegawai Bank menjadi berita luar biasa heboh dan kontroversial. Bagaimana bisa seorang OB menjadi staff, bahkan rekan sesama OB mencibir Houtman sebagai orang yang tidak konsisten. Houtman dianggap tidak konsisten dengan tugasnya, “jika masuk OB, ya pensiun harus OB juga” begitu rekan sesama OB menggugat.
Houtman tidak patah semangat, dicibir teman-teman bahkan rekan sesama staf pun tidak membuat goyah. Houtman terus mengasah keterampilan dan berbagi membantu rekan kerjanya yang lain. Hanya membantulah yang bisa diberikan oleh Houtman, karena materi tidak ia miliki. Houtman tidak pernah lama dalam memegang suatu jabatan, sama seperti ketika menjadi OB yang haus akan ilmu baru. Houtman selalu mencoba tantangan dan pekerjaan baru. Sehingga karir Houtman melesat bak panah meninggalkan rekan sesama OB bahkan staff yang mengajarinya tentang istilah bank.
19 tahun kemudian sejak Houtman masuk sebagai Office Boy di The First National City Bank, Houtman mencapai jabatan tertingginya yaitu Vice President. Sebuah jabatan puncak citibank di Indonesia. Jabatan tertinggi citibank sendiri berada di USA yaitu Presiden Director yang tidak mungkin dijabat oleh orang Indonesia.
Sampai dengan saat ini belum ada yang mampu memecahkan rekor Houtman masuk sebagai OB pensiun sebagai Vice President, dan hanya berpendidikan SMA. Houtman pun kini pensiun dengan berbagai jabatan pernah diembannya, menjadi staf ahli citibank asia pasifik, menjadi penasehat keuangan salah satu gubernur, menjabat CEO di berbagai perusahaan dan menjadi inspirator bagi banyak orang .
Sahabat KASKUSER, begitulah dahsyatnya orang-orang yang HAUS ILMU dan SUKA MEMBANTU.
Sumber : kaskus
NOBODY'S PERFECT !
Ini kisah pertemuan kembali dua sahabat yang sudah puluhan tahun berpisah. Mereka merindukan satu sama lain. Mereka bercerita, bersenda sambil minum kopi di sebuah café'. Awalnya topik yang dibicarakan adalah soal-soal nostalgia zaman sekolah dulu, namun pada akhirnya menyangkut kehidupan mereka sekarang ini.
"Mengapa sampai sekarang kau belum menikah?" Ujar Latif kepada temannya Borhan yang sampai sekarang masih membujang.
"Hmmm...sebenarnya sampai sekarang ini aku masih belum bertemu dengan seorang wanita yang sempurna. Itulah sebabnya aku masih membujang. Dulu waktu aku bekerja aku berjumpa dengan seorang wanita yang cantik dan bijak. Aku fikir itulah wanita yang ideal untuk aku dan sesuai dijadikan isteri."
"Namun tidak lama selepas mengenalinya..ketika hubungan semakin dekat baru aku tahu dia sebenarnya amat sombong. Hubungan kami putus sampai di situ"
“Setelah itu aku bertemu seorang perempaun yang cantik jelita, ramah dan dermawan. Pada pertemuan pertama aku begitu takjub. Jantungku berdenyut kencang dan ketika itu aku pun berfikir bahwa inilah wanita idealku. Namun selepas mengenalinya dengan lebih dekat baru aku tahu banyak tingkahlakunya yang tak baik dan tidak bertanggung jawab.”
”Kemudian, aku bertemu dengan seorang wanita yang manis, baik, periang dan pintar. Dia sangat menyenangkan bila diajak berbicara. Selalu menyambung pembicaraan kami dan penuh humor. Tapi terakhir aku ketahui ia dari keluarga yang berpecah belah dan selalu meminta di luar kemampuan. Akhirnya kami berpisah."
"Aku terus mencari, namun sering mendapati ada kekurangan dan kelemahan pada setiap wanita yang aku temui. Hingga pada suatu hari, aku bertemu dengan wanita ideal yang aku dambakan selama ini. Dia begitu cantik, pintar, baik hati , dermawan dan penuh humor. Dia juga sangat perhatian dan menyayangi orang lain. Aku fikir inilah pendamping hidup yang dikurniakan oleh Tuhan untuk aku..."
"Kemudian bagaimana?" kata Latif tidak sabar melihat Borhan diam seketika.
" Apa yang terjadi? Bagaimana hubungan kau dengan dia sekarang?" tanya Latif lagi sewaktu mendapati Borhan terus diam.
Kemudian....Borhan bersuara perlahan,"Sebenarnya beberapa hari lalu baru aku mengetahui bahawa wanita itu juga sedang mencari seorang lelaki yang sempurna..."
Faham dengan apa yg tersirat di atas?
No body's Perfect!
Jangn menyia-siakan siapapun yang ada di hadapan kita.
Belum tentu kita akan mendapat lebih baik daripada apa yang kita ada sekarang.
Kalau kita mau mencari kesempurnaan,
cermin dahulu diri, apakah sudah sempurna di mata orang lain.
Wahai Lelaki, luruskan wanita dengan jalan yang ditunjukkan Allah.
Didiklah mereka dengan panduan daripada-Nya.
Jangan coba jinakkan mereka dengan harta,
karena nanti mereka semakin liar.
Jangan menghibur mereka dengan kecantikan,
karena nantinya mereka yang semakin menderita.
Kenalkan mereka kepada Allah, zat yang kekal…
karena di situlah puncak kekuatan dunia.
Akal wanita setipis rambutnya,
tebalkan ia dengan ilmu.
Hatinya serapuh kaca,
kuatkanlah dengan iman.
Wanita tanpa iman, ilmu dan akhlak
mereka tidak akan lurus bahkan membengkok.
Bila wanita durhaka,
dunia lelaki akan huru-hara.
Lelaki pula janganlah terlalu mengharapkan ketaatan…
tetapi binalah kepimpinan.
Pastikan sebelum memimpin wanita menuju Ilahi,
pimpinlah diri sendiri kepada-Nya.
Jinakkan diri kepada Allah,
niscaya jinaklah segala di bawah pimpinanmu.
Jangan mengharapkan isteri semulia Fatimah Az-Zahra,
seandainya peribadi tidak sehebat Sayidina Ali Karamallahu Wajhah.....
Begitu jugalah sebaliknya.
NO BODY'S PERFECT !,
dari mailing list
"Mengapa sampai sekarang kau belum menikah?" Ujar Latif kepada temannya Borhan yang sampai sekarang masih membujang.
"Hmmm...sebenarnya sampai sekarang ini aku masih belum bertemu dengan seorang wanita yang sempurna. Itulah sebabnya aku masih membujang. Dulu waktu aku bekerja aku berjumpa dengan seorang wanita yang cantik dan bijak. Aku fikir itulah wanita yang ideal untuk aku dan sesuai dijadikan isteri."
"Namun tidak lama selepas mengenalinya..ketika hubungan semakin dekat baru aku tahu dia sebenarnya amat sombong. Hubungan kami putus sampai di situ"
“Setelah itu aku bertemu seorang perempaun yang cantik jelita, ramah dan dermawan. Pada pertemuan pertama aku begitu takjub. Jantungku berdenyut kencang dan ketika itu aku pun berfikir bahwa inilah wanita idealku. Namun selepas mengenalinya dengan lebih dekat baru aku tahu banyak tingkahlakunya yang tak baik dan tidak bertanggung jawab.”
”Kemudian, aku bertemu dengan seorang wanita yang manis, baik, periang dan pintar. Dia sangat menyenangkan bila diajak berbicara. Selalu menyambung pembicaraan kami dan penuh humor. Tapi terakhir aku ketahui ia dari keluarga yang berpecah belah dan selalu meminta di luar kemampuan. Akhirnya kami berpisah."
"Aku terus mencari, namun sering mendapati ada kekurangan dan kelemahan pada setiap wanita yang aku temui. Hingga pada suatu hari, aku bertemu dengan wanita ideal yang aku dambakan selama ini. Dia begitu cantik, pintar, baik hati , dermawan dan penuh humor. Dia juga sangat perhatian dan menyayangi orang lain. Aku fikir inilah pendamping hidup yang dikurniakan oleh Tuhan untuk aku..."
"Kemudian bagaimana?" kata Latif tidak sabar melihat Borhan diam seketika.
" Apa yang terjadi? Bagaimana hubungan kau dengan dia sekarang?" tanya Latif lagi sewaktu mendapati Borhan terus diam.
Kemudian....Borhan bersuara perlahan,"Sebenarnya beberapa hari lalu baru aku mengetahui bahawa wanita itu juga sedang mencari seorang lelaki yang sempurna..."
Faham dengan apa yg tersirat di atas?
No body's Perfect!
Jangn menyia-siakan siapapun yang ada di hadapan kita.
Belum tentu kita akan mendapat lebih baik daripada apa yang kita ada sekarang.
Kalau kita mau mencari kesempurnaan,
cermin dahulu diri, apakah sudah sempurna di mata orang lain.
Wahai Lelaki, luruskan wanita dengan jalan yang ditunjukkan Allah.
Didiklah mereka dengan panduan daripada-Nya.
Jangan coba jinakkan mereka dengan harta,
karena nanti mereka semakin liar.
Jangan menghibur mereka dengan kecantikan,
karena nantinya mereka yang semakin menderita.
Kenalkan mereka kepada Allah, zat yang kekal…
karena di situlah puncak kekuatan dunia.
Akal wanita setipis rambutnya,
tebalkan ia dengan ilmu.
Hatinya serapuh kaca,
kuatkanlah dengan iman.
Wanita tanpa iman, ilmu dan akhlak
mereka tidak akan lurus bahkan membengkok.
Bila wanita durhaka,
dunia lelaki akan huru-hara.
Lelaki pula janganlah terlalu mengharapkan ketaatan…
tetapi binalah kepimpinan.
Pastikan sebelum memimpin wanita menuju Ilahi,
pimpinlah diri sendiri kepada-Nya.
Jinakkan diri kepada Allah,
niscaya jinaklah segala di bawah pimpinanmu.
Jangan mengharapkan isteri semulia Fatimah Az-Zahra,
seandainya peribadi tidak sehebat Sayidina Ali Karamallahu Wajhah.....
Begitu jugalah sebaliknya.
NO BODY'S PERFECT !,
dari mailing list
Berteriak = Membunuh Karakter ! Mau Bukti ?
Kali ini, saya ingin bercerita tentang salah satu kebiasaan yang ditemui pada penduduk yang tinggal di sekitar kepulauan Solomon, yang letaknya di Pasifik Selatan. Nah, penduduk primitif yang tinggal di sana punya sebuah kebiasaan yang menarik yakni meneriaki pohon. Untuk apa? Kebisaan ini ternyata mereka lakukan apabila terdapat pohon dengan akar-akar yang sangat kuat dan sulit untuk dipotong dengan kapak.
Inilah yang mereka lakukan, dengan tujuannya supaya pohon itu mati.
Caranya adalah, beberapa penduduk yang lebih kuat dan berani akan memanjat hingga ke atas pohon itu. Lalu, ketika sampai di atas pohon itu bersama dengan penduduk yang ada di bawah pohon, mereka akan berteriak sekuat-kuatnya kepada pohon itu. Mereka lakukan teriakan berjam-jam, selama kurang lebih empat puluh hari. Dan, apa yang terjadi sungguh menakjubkan. Pohon yang diteriaki itu perlahan-lahan daunnya mulai mengering. Setelah itu dahan-dahannya juga mulai rontok dan perlahan-lahan pohon itu akan mati dan mudah ditumbangkan.
Kalau diperhatikan apa yang dilakukan oleh penduduk primitif ini sungguhlah aneh. Namun kita bisa belajar satu hal dari mereka. Mereka telah membuktikan bahwa teriakan-teriakan yang dilakukan terhadap mahkluk hidup seperti pohon akan menyebabkan benda tersebut kehilangan rohnya. Akibatnya, dalam waktu singkat, makhluk hidup itu akan mati.
Nah, sekarang, Yang jelas dan perlu diingat bahwa setiap kali Anda berteriak kepada mahkluk hidup tertentu maka berarti Anda sedang mematikan rohnya.
Pernahkah Anda berteriak pada anak Anda? orang dikeliling anda atau siapapun?
Ayo cepat ! cepetaaaaaan !
Dasar lelet ! Kayak keong aja lu !
Bego banget sih ! Begitu aja nggak bisa dikerjakan ?
Jangan main-main disini !
Berisiiiiiiiiiik ! diem, diem,diem ! aaaaah!
Atau, mungkin Anda pun berteriak balik kepada pasangan hidup Anda karena Anda merasa sakit hati ?
suami/istri seperti kamu nggak tahu diri ! ngaca dong ngaca !
Bodoh banget jadi laki/bini nggak bisa apa-apa ! bisanya Cuma minta,minta dan minta !
Aduuuuh, perempuan / laki kampungan banget siiiih !? gak makan sekolahan apa ?!
Atau, bisa seorang guru berteriak pada anak didiknya :
Goblok, soal mudah begitu aja nggak bisa ngerkain ! Kapan kamu jadi pinter ?!
Atau seorang atasan berteriak pada bawahannya saat merasa kesal :
?Eh tahu nggak ?! Karyawan kayak kamu tuh kalo pergi aku nggak bakal nyesel !
Ada banyak yang bisa gantiin kamu !
Sial ! Kerja gini nggak becus ? Ngapain gue gaji elu ?
Ingatlah! Setiap kali Anda berteriak pada seseorang karena merasa jengkel, marah, terhina, terluka ingatlah dengan apa yang diajarkan oleh penduduk kepulauan Solomon ini. Mereka mengajari kita bahwa setiap kali kita mulai berteriak, kita mulai mematikan roh pada orang yang kita cintai. Kita juga mematikan roh yang mempertautkan hubungan kita. Teriakan-teriakan, yang kita keluarkan karena emosi-emosi kita perlahan -lahan, pada akhirnya akan membunuh roh yang telah melekatkan hubungan Kita
Dalam kehidupan sehari-hari. Teriakan, hanya di berikan tatkala kita bicara dengan orang yang jauh jaraknya, benar?
Nah, mengapa orang yang marah dan emosional mengunakan teriakan-teriakan padahal jarak mereka dekat bahkan hanya bisa dihitung dalam centimeter ?
Pada realitanya, meskipun secara fisik dekat tapi sebenarnya hati begitu jauh. Itulah sebabnya mereka harus saling berteriak! Selain itu, dengan berteriak, tanpa sadar mereka pun mulai berusaha melukai serta mematikan roh orang yang dimarahi karena perasaan-perasaan dendam, benci atau kemarahan yang dimiliki. Kita berteriak karena kita ingin melukai, kita ingin membalas.
Jadi mulai sekarang Jika Kita tetap ingin roh pada orang yang Kita sayangi tetap tumbuh, berkembang dan tidak mati, janganlah menggunakan teriakan-teriakan. Dengan berteriak kepada orang lain ada dua kemungkinan balasan yang Kita akan terima. Kita akan dijauhi atau Kita akan mendapatkan teriakan balik, sebagai balasannya.
Sumber dari mailing list
5 MENIT BERSAMA BIDADARIKU
Mau nikah ? ntar dulu, siapa calonnya ? cantik gak ? gantengnya seperti siapa ? udah kerja belum ? anaknya orang kaya ya ? tinggi badannya setara gak ? bodinya gimana ? umurnya sudah tua ya ? sudah sarjana ? Sahabat KASKUSER pertanyaan-pertanyaan yang sangat fisikal dan duniawi sekali ini sering menghantui para gadis dan pemuda masuk ke jenjang pernikahan yang sangat dianjurkan untuk disegerakan pelaksanaannya ketika nafsu sudah bergolak tak terkendali. Mereka lebih senang melampiaskan nafsunya dengan permainan-permainan yang dibuat oleh Setan yang sekilas begitu indahnya namun akan berujung kepada kehinaan dan kesengsaraan yang berlarut-larut dalam hidupnya. Dan jadilah ia Pengikut Setan yang sebenar-benarnya, na’udzubillahi min dzalik Jarang sekali para gadis atau pemuda atau bahkan orang tua yang mempertanyakan kepada calon pasangan, bagaimana baca Qur’annya ? Sholat 5 waktunya tepat waktu ? suka Sholat lail ? suka Puasa Sunnah ? Akhlahnya bagaimana ? Belajar Agamanya dimana ? Namanya Aini. begitu saya biasa memanggilnya. Salah satu "adik" terbaik yang pernah saya miliki, yang pernah saya temui dan alhamdulillah Allah pertemukan saya dengannya. Seharusnya 20 Nopember nanti genap ia menginjak usia 37 tahun. Beberapa tahun bersamanya, banyak contoh yang bisa saya ambil darinya. Kedewasaan sikap, keshabaran, keistiqomahan, dan pengabdian yang luar biasa dalam meretas jalan dakwah . Seorang Penggerak dakwah yang tangguh dan tak pernah menyerah. Sosok yang tidak pernah mengeluh, tidak pernah putus asa dan memiliki prasangka baik yang teramat tinggi kepada Allah. Dan dia adalah salah satu amanah saya terberat, ketika memang harusnya ia sudah memasuki sebuah jenjang pernikahan. Ketika beberapa gadis lain yang lebih muda usianya melenggang dengan mudahnya menuju jenjang pernikahan, maka Aini ,Allah taqdirkan harus terus meretas kesabaran. Beberapa kali saya berikhtiar membantunya menemukan pemuda shalih, tetapi ketika sudah memulai setengah perjalanan proses..Allah pun berkehendak lain. Namun begitu, tidak pernah ada protes yang keluar dari lisannya, tidak juga ada keluh kesah, atau bahkan mempertanyakan kenapa sang pemuda begitu " lemahnya " hingga tidak mampu menerjang berbagai penghalang ? Atau ketika masalah fisik, suku, serta terlebih usia yang selalu menjadi kendala utama seorang pemuda mengundurkan diri , Aini pun tidak pernah mempertanyakan atau memprotes " kenapa pemuda sekarang seperti ini ? Tidak ada gurat sesal, kecewa, atau sedih pada raut muka ataupun tutur katanya. Kepasrahan dan keyakinan terhadap kehendak Allah begitu indah terlukis dalam dirinya. Hingga, akhirnya seorang pemuda shalih yang dengan kebaikan akhlak serta ilmunya, datang dan berkenan untuk menjadikannya seorang pendamping. Tidak ada luapan euphoria kebahagiaan yang ia tampakkan selain ucapan singkat yang penuh makna "Alhamdulillah..jazakillah saya sudah membantu...mohon doa agar diridhai Allah " Alhamdulillah , Allah mudahkan proses ta’arauf serta khitbah mereka, tanpa ada kendala apapun seperti yang pernah terjadi sebelumnya. Padahal pemuda shalih yang Allah pilihkan tersebut berusia 8 tahun lebih muda dari usianya. Berkomitmen pada sunnah Rasulullah untuk menyegerakan sebuah pernikahan, maka rencana akad pun direncanakan 1 bulan kemudian, bertepatan dengan selesainya adik sang pemuda menyelesaikan studi di negeri Mesir. Namun , Allah lah Maha Sebaik-baik Pembuat keputusan.. 2 minggu menjelang hari pernikahan, sebuah kabar duka pun datang. Usai Aini mengisi sebuah kajian , motor yang dikendarainya terserempet sebuah mobil, dan menabrak kontainer didepannya. Aini shalihah pun harus meregang nyawa di ruang ICU. 2 hari setelah peristiwa itu, Rumah sakit yang menanganinya pun menyatakan menyerah. Tidak sanggup berbuat banyak karena kondisinya yang begitu parah. Hanya iringan dzikir disela-sela isak tangis kami yang berada disana. Semua keluarga Aini juga sang pemuda pun sudah berkumpul. Mencoba menata hati bersama untuk pasrah dan bersiap menerima apapun ketentuanNya. Kami hanya terus berdoa agar Allah berikan yang terbaik dan terindah untuknya. Hingga sesaat, Allah mengijinkan Aini tersadar dan menggerakkan jemarinya. Ya Rabb...sebait harapan pun kembali kami rajut agar Allah berkenan memberikan kesembuhan, walau harapan itu terus menipis seiring kondisinya yang semakin melemah. Hingga kemudian sang pemuda pun mengajukan sebuah permintaan kepada keluarga Aini. " Ijinkan saya untuk membantunya menggenapkan setengah Agamanya ini. Jika Allah berkehendak memanggilnya, maka ia datang menghadap Allah dalam keadaan sudah melaksanakan sunnah Rasulullah..." Permintaan yang membuat kami semua tertegun. Yakinkah dia dengan keputusannya ? Dalam kedaaan demikian , akhirnya 2 keluarga besar itupun sepakat memenuhi permintaan sang pemuda. Sang bunda pun membisikkan rencana tersebut di telinga Aini. Dan baru kali itulah saya melihat aliran airmata mengalir dari sepasang mata jernihnya. Tepat pukul 16.00, dihadiri seorang penghulu,orangtua dari 2 pihak, serta beberapa sahabat dan dokter serta perawat...pernikahan yang penuh tangis duka itupun dilaksanakan. Tidak seperti pernikahan lazimnya yang diiringi tangis kebahagiaan, maka pernikahan tersebut penuh dengan rasa yang sangat sulit terlukiskan. Khidmat, sepi namun penuh isakan tangis kesedihan. Tepat setelah ijab kabul terucap...sang pemuda pun mencium kening Aini serta membacakan doa diatas kain perban putih yang sudah berganti warna menjadi merah penuh darah yang menutupi hampir seluruh kepala Aini. Lirih, kami pun masih mendengar Aini berucap, " Tolong Ikhlaskan saya....." Hanya 5 menit. Ya..hanya 5 menit setelah ijab kabul itu. Tangisanpun memecah ruangan yang tadinya senyap menahan sesak dan airmata. Akhirnya Allah menjemputnya dalam keadaan tenang dan senyum indah. Sang Pemuda telah menjemput seorang bidadari... sebuah karunia indah dan janji yang telah Allah berikan padanya... Dan sang pemuda pun melepas dengan penuh sukacita dengan iringan tetes airmata yang tidak kuasa ditahannya... " ..SAYA TELAH MENIKAHI SEORANG BIDADARI.. NIKMAT MANA LAGI YANG HARUS SAYA DUSTAKAN..." Begitulah sang pemuda shalih mengutip ayat Ar RahmanNya... Ya Rabb..Engkau sebaik-baik pembuat skenario kehidupan hambaMu..Maka jadikanlah kami senantiasa dapat memngambil hikmah dari setiap episode kehidupan yang Engkau berikan... Selamat jalan adikku sayang ...engkau memang bidadari surga yang Allah tidak berkenan seorang pemuda pun didunia ini yang bisa mendampingi kehidupanmu kecuali para pemuda shalih yang berkhidmat di jalan dakwah dengan ikhlas, tawadhu dan siap berjihad dijalanNya dan kelak menutup mata sebagai seorang syuhada...." Selamat jalan Aini..semoga Allah memberimu tempat terindah di surgaNya....Semoga Allah kumpulkan kita kelak didalam surgaNya...amiin) | |
Ongkos Ke Surga
Saya menemui Ibu Ela di rumahnya, depan mesjid jami Al Hidayah di Darmaga Lonceng, Bogor. Menemuinya tidak butuh waktu lama, karena hampir semua orang di dekat mesjid itu kenal Ibu Ela. Rumahnya ada di dalam gang, sedikit di bibir sungai.
Saya mengucap salam dan dijawab oleh tetangganya…
“Mas.. cari bu Ela ya…?”
“Iya… orangnya ada Bu…?” tanya saya..
“Oh.. dia lagi di sungai” kata ibu tadi
“Ngapain Bu..?” saya bertanya lagi. Mungkin sedang mencuci pakaian, pikir saya.
“Memang kerjaannya tiap hari ke sungai, mungutin sampah-sampah plastic dari botol kemasan sabun atau shampoo… bentar lagi juga pulang.” Jawab itu tadi panjang lebar.
Informasi yang saya terima ternyata benar adanya. Ibu Ela adalah wanita yang pekerjaannya memang mengumpullkan sampah plastic dari kemasan. Cuma saya tidak terbayang, bahwa untuk memperolehnya, dia harus memungut di sungai.
Tak beberapa lama, datang wanita paruh baya, kurus, rambutnya diikat ke belakang, banyak warna putihnya. Ibu Ela. Mengenakan baju bergambar salah satu calon presiden dan wakil presiden pada pemilihan presiden tahun 2004 lalu.
Saya langsung menyapa.
“Assalamu’alaikum…”
“Wa’alaikum salam. Ada apa ya Pak?” tanya Ibu Ela..
“Saya dari tabloid An Nuur, mendapat cerita dari seseorang untuk menemui Ibu. Kami mau wawancara sebentar, boleh Bu…?” saya menjelaskan, dan mengunakan ‘Tabloid An Nuur’ sebagai ‘penyamaran’.
“Oh.. boleh, silahkan masuk.”
Ibu Ela, masuk lewat pintu belakang. Saya menunggu di depan. Tak beberapa lama, lampu listrik di ruang tengahnya nyala, dan pintu depan pun dibuka.
“Silahkan masuk…”
Saya masuk ke dalam ‘ruang tamu’ yang diisi oleh dua kursi kayu yang sudah reot. Tempat dudukannya busa yang sudah bolong di bagian pinggir. Rupanya Ibu Ela hanya menyalakan lampu listrik jika ada tamu saja. Kalau rumahnya ditinggalkan, listrik biasa dimatikan. Berhemat katanya.
“Sebentar ya Pak, saya ambil air minum dulu” kata Ibu Ela.
Yang dimaksud Ibu Ela dengan ambil air minum adalah menyalakan tungku dengan kayu bakar dan diatasnya ada sebuah panic yang diisi air. Ibu Ela harus memasak air dulu untuk menyediakan air minum bagi tamunya.
“Iya Bu.. ngga usah repot-repot.” Kata saya ngga enak.
Kami pun mulai ngobrol, atau ‘wawancara’.
Ibu Ela ini usianya 54 tahun, pekerjaan utamanya mengumpulkan plastic dan menjualnya seharga Rp 7.000 per kilo. Ketika saya Tanya aktivitasnya selain mencari plastic,
“Mengaji…” katanya
“Hari apa aja Bu…?” Tanya saya
“Hari senin, selasa, rabu, kamis, sabtu…” jawabnya. Hari Jum’at dan Minggu adalah hari untuk menemani Ibu yang dirawat di rumahnya.
Oh.. jadi mengaji rupanya yang jadi aktivitas paling banyak. Ternyata dalam pengajian itu, biasanya ibu-ibu pengajian yang pasti mendapat minuman kemasan, secara sukarela dan otomatis akan mengumpulkan gelas kemasan air mineral dalam plastik dan menjadi oleh-oleh untuk Ibu Ela.
Hmm, sambil menyelam minum air rupanya. Sambil mengaji dapat plastik.
Saya tanya lagi,
“Paling jauh pengajiannya dimana Bu?”
“Di dekat terminal Bubulak, ada mesjid taklim tiap Sabtu. Saya selalu hadir; ustadznya bagus sih…” kata Ibu Ela.
“Kesana naik mobil dong..?” tanya saya.
“Saya jalan kaki” kata Ibu Ela
“Kok jalan kaki…?” tanya saya penasaran.
Penghasilan Ibu Ela sekitar Rp 7.000 sehari. Saya mau tahu alokasi uang itu untuk kehidupan sehari-harinya. Bingung juga bagaimana bisa hidup dengan uang Rp 7.000 sehari.
“Iya.. mas, saya jalan kaki dari dini. Ada jalan pintas, walaupun harus lewat sawah dan jalan kecil. Kalau saya jalan kaki, khan saya punya sisa uang Rp 2.000 yang harusnya buat ongkos, nah itu saya sisihkan untuk sedekah ke ustadz…” Ibu Ela menjelaskan.
“Maksudnya, uang Rp 2.000 itu Ibu kasih ke pak Ustadz?” Saya melongo. Khan Ibu ngga punya uang, gumam saya dalam hati.
“Iya, yang Rp 2.000 saya kasih ke Pak Ustadz… buat sedekah.” Kata Ibu Ela, datar.
“Kenapa Bu, kok dikasihin?” saya masih bengong.
“Soalnya, kalau saya sedekahkan, uang Rp 2.000 itu udah pasti milik saya di akherat, dicatet sama Allah…. Kalau uang sisa yang saya miliki bisa aja rezeki orang lain, mungkin rezeki tukang beras, tukang gula, tukang minyak tanah….” Ibu Ela menjelaskan, kedengarannya jadi seperti pakar pengelolaan keuangan keluarga yang hebat.
Dzig! Saya seperti ditonjok Cris John. Telak!
Ada rambut yang serempak berdiri di tengkuk dan tangan saya. Saya Merinding!
Ibu Ela tidak tahu kalau dia berhadapan dengan saya, seorang sarjana ekonomi yang seumur-umur belum pernah menemukan teori pengelolaan keuangan seperti itu.
Jadi, Ibu Ela menyisihkan uangnya, Rp 2.000 dari Rp 7.000 sehari untuk disedekahkan kepada sebuah majlis karena berpikiran bahwa itulah yang akan menjadi haknya di akherat kelak?
‘Wawancara’ yang sebenarnya jadi-jadian itu pun segera berakhir. Saya pamit dan menyampaikan bahwa kalau sudah dimuat, saya akan menemui Ibu Ela kembali, mungkin minggu depan.
Saya sebenarnya on mission, mencari orang-orang seperti Ibu Ela yang cerita hidupnya bisa membuat ‘merinding’..Saya sudah menemukan kekuatan dibalik kesederhanaan. Keteguhan yang menghasilkan kesabaran. Ibu Ela terpilih untuk mendapatkan sesuatu yang istimewa dan tak terduga.
Minggu depannya, saya datang kembali ke Ibu Ela, kali ini bersama dengan kru televisi dan seorang presenter kondang yang mengenakan tuxedo, topi tinggi, wajahnya dihiasai janggut palsu, mengenakan kaca mata hitam dan selalu membawa tongkat. Namanya Mr. EM (Easy Money)
Kru yang bersama saya adalah kru Uang Kaget, program di RCTI yang telah memilih Ibu Ela sebagai ‘bintang’ di salah satu episode yang menurut saya salah satu yang terbaik. Saya mengetahuinya, karena dibalik kacamata hitamnya, Mr. EM seringkali tidak kuasa menahan air mata yang membuat matanya berkaca-kaca. Tidak terlihat di televisi, tapi saya merasakannya.
Ibu Ela mendapatkan ganti Rp 2.000 yang disedekahkannya dengan Rp 10 juta dari uang kaget. Entah berapa yang Allah ganti di akherat kelak.
Ibu Ela membeli beras, kulkas, makanan, dll untuk melengkapi rumahnya. Entah apa yang dibelikan Allah untuk rumah indahnya di akherat kelak...
Sudahkah kita menyisihkan ongkos ke akherat?
baban sarbana
(a true story)
Sumber : mailing list
Saya mengucap salam dan dijawab oleh tetangganya…
“Mas.. cari bu Ela ya…?”
“Iya… orangnya ada Bu…?” tanya saya..
“Oh.. dia lagi di sungai” kata ibu tadi
“Ngapain Bu..?” saya bertanya lagi. Mungkin sedang mencuci pakaian, pikir saya.
“Memang kerjaannya tiap hari ke sungai, mungutin sampah-sampah plastic dari botol kemasan sabun atau shampoo… bentar lagi juga pulang.” Jawab itu tadi panjang lebar.
Informasi yang saya terima ternyata benar adanya. Ibu Ela adalah wanita yang pekerjaannya memang mengumpullkan sampah plastic dari kemasan. Cuma saya tidak terbayang, bahwa untuk memperolehnya, dia harus memungut di sungai.
Tak beberapa lama, datang wanita paruh baya, kurus, rambutnya diikat ke belakang, banyak warna putihnya. Ibu Ela. Mengenakan baju bergambar salah satu calon presiden dan wakil presiden pada pemilihan presiden tahun 2004 lalu.
Saya langsung menyapa.
“Assalamu’alaikum…”
“Wa’alaikum salam. Ada apa ya Pak?” tanya Ibu Ela..
“Saya dari tabloid An Nuur, mendapat cerita dari seseorang untuk menemui Ibu. Kami mau wawancara sebentar, boleh Bu…?” saya menjelaskan, dan mengunakan ‘Tabloid An Nuur’ sebagai ‘penyamaran’.
“Oh.. boleh, silahkan masuk.”
Ibu Ela, masuk lewat pintu belakang. Saya menunggu di depan. Tak beberapa lama, lampu listrik di ruang tengahnya nyala, dan pintu depan pun dibuka.
“Silahkan masuk…”
Saya masuk ke dalam ‘ruang tamu’ yang diisi oleh dua kursi kayu yang sudah reot. Tempat dudukannya busa yang sudah bolong di bagian pinggir. Rupanya Ibu Ela hanya menyalakan lampu listrik jika ada tamu saja. Kalau rumahnya ditinggalkan, listrik biasa dimatikan. Berhemat katanya.
“Sebentar ya Pak, saya ambil air minum dulu” kata Ibu Ela.
Yang dimaksud Ibu Ela dengan ambil air minum adalah menyalakan tungku dengan kayu bakar dan diatasnya ada sebuah panic yang diisi air. Ibu Ela harus memasak air dulu untuk menyediakan air minum bagi tamunya.
“Iya Bu.. ngga usah repot-repot.” Kata saya ngga enak.
Kami pun mulai ngobrol, atau ‘wawancara’.
Ibu Ela ini usianya 54 tahun, pekerjaan utamanya mengumpulkan plastic dan menjualnya seharga Rp 7.000 per kilo. Ketika saya Tanya aktivitasnya selain mencari plastic,
“Mengaji…” katanya
“Hari apa aja Bu…?” Tanya saya
“Hari senin, selasa, rabu, kamis, sabtu…” jawabnya. Hari Jum’at dan Minggu adalah hari untuk menemani Ibu yang dirawat di rumahnya.
Oh.. jadi mengaji rupanya yang jadi aktivitas paling banyak. Ternyata dalam pengajian itu, biasanya ibu-ibu pengajian yang pasti mendapat minuman kemasan, secara sukarela dan otomatis akan mengumpulkan gelas kemasan air mineral dalam plastik dan menjadi oleh-oleh untuk Ibu Ela.
Hmm, sambil menyelam minum air rupanya. Sambil mengaji dapat plastik.
Saya tanya lagi,
“Paling jauh pengajiannya dimana Bu?”
“Di dekat terminal Bubulak, ada mesjid taklim tiap Sabtu. Saya selalu hadir; ustadznya bagus sih…” kata Ibu Ela.
“Kesana naik mobil dong..?” tanya saya.
“Saya jalan kaki” kata Ibu Ela
“Kok jalan kaki…?” tanya saya penasaran.
Penghasilan Ibu Ela sekitar Rp 7.000 sehari. Saya mau tahu alokasi uang itu untuk kehidupan sehari-harinya. Bingung juga bagaimana bisa hidup dengan uang Rp 7.000 sehari.
“Iya.. mas, saya jalan kaki dari dini. Ada jalan pintas, walaupun harus lewat sawah dan jalan kecil. Kalau saya jalan kaki, khan saya punya sisa uang Rp 2.000 yang harusnya buat ongkos, nah itu saya sisihkan untuk sedekah ke ustadz…” Ibu Ela menjelaskan.
“Maksudnya, uang Rp 2.000 itu Ibu kasih ke pak Ustadz?” Saya melongo. Khan Ibu ngga punya uang, gumam saya dalam hati.
“Iya, yang Rp 2.000 saya kasih ke Pak Ustadz… buat sedekah.” Kata Ibu Ela, datar.
“Kenapa Bu, kok dikasihin?” saya masih bengong.
“Soalnya, kalau saya sedekahkan, uang Rp 2.000 itu udah pasti milik saya di akherat, dicatet sama Allah…. Kalau uang sisa yang saya miliki bisa aja rezeki orang lain, mungkin rezeki tukang beras, tukang gula, tukang minyak tanah….” Ibu Ela menjelaskan, kedengarannya jadi seperti pakar pengelolaan keuangan keluarga yang hebat.
Dzig! Saya seperti ditonjok Cris John. Telak!
Ada rambut yang serempak berdiri di tengkuk dan tangan saya. Saya Merinding!
Ibu Ela tidak tahu kalau dia berhadapan dengan saya, seorang sarjana ekonomi yang seumur-umur belum pernah menemukan teori pengelolaan keuangan seperti itu.
Jadi, Ibu Ela menyisihkan uangnya, Rp 2.000 dari Rp 7.000 sehari untuk disedekahkan kepada sebuah majlis karena berpikiran bahwa itulah yang akan menjadi haknya di akherat kelak?
‘Wawancara’ yang sebenarnya jadi-jadian itu pun segera berakhir. Saya pamit dan menyampaikan bahwa kalau sudah dimuat, saya akan menemui Ibu Ela kembali, mungkin minggu depan.
Saya sebenarnya on mission, mencari orang-orang seperti Ibu Ela yang cerita hidupnya bisa membuat ‘merinding’..Saya sudah menemukan kekuatan dibalik kesederhanaan. Keteguhan yang menghasilkan kesabaran. Ibu Ela terpilih untuk mendapatkan sesuatu yang istimewa dan tak terduga.
Minggu depannya, saya datang kembali ke Ibu Ela, kali ini bersama dengan kru televisi dan seorang presenter kondang yang mengenakan tuxedo, topi tinggi, wajahnya dihiasai janggut palsu, mengenakan kaca mata hitam dan selalu membawa tongkat. Namanya Mr. EM (Easy Money)
Kru yang bersama saya adalah kru Uang Kaget, program di RCTI yang telah memilih Ibu Ela sebagai ‘bintang’ di salah satu episode yang menurut saya salah satu yang terbaik. Saya mengetahuinya, karena dibalik kacamata hitamnya, Mr. EM seringkali tidak kuasa menahan air mata yang membuat matanya berkaca-kaca. Tidak terlihat di televisi, tapi saya merasakannya.
Ibu Ela mendapatkan ganti Rp 2.000 yang disedekahkannya dengan Rp 10 juta dari uang kaget. Entah berapa yang Allah ganti di akherat kelak.
Ibu Ela membeli beras, kulkas, makanan, dll untuk melengkapi rumahnya. Entah apa yang dibelikan Allah untuk rumah indahnya di akherat kelak...
Sudahkah kita menyisihkan ongkos ke akherat?
baban sarbana
(a true story)
Sumber : mailing list
Selasa, 12 Juli 2011
Kisah Seorang Tukang Bakso
Di suatu senja sepulang kantor, saya masih berkesempatan untuk ngurus tanaman di depan rumah, sambil memperhatikan beberapa anak asuh yang sedang belajar menggambar peta, juga mewarnai. Hujan rintik rintik selalu menyertai di setiap sore di musim hujan ini.
Di kala tangan sedikit berlumuran tanah kotor,...terdengar suara tek...tekk.. .tek...suara tukang bakso dorong lewat. Sambil menyeka keringat..., ku hentikan tukang bakso itu dan memesan beberapa mangkok bakso setelah menanyakan anak - anak, siapa yang mau bakso ?
"Mauuuuuuuuu. ...", secara serempak dan kompak anak - anak asuhku menjawab.
Selesai makan bakso, lalu saya membayarnya. ...
Ada satu hal yang menggelitik fikiranku selama ini ketika saya
membayarnya, si tukang bakso memisahkan uang yang diterimanya. Yang satu disimpan dilaci, yang satu ke dompet, yang lainnya ke kaleng bekas kue semacam kencleng. Lalu aku bertanya atas rasa penasaranku selama ini.
"Mang kalo boleh tahu, kenapa uang - uang itu Emang pisahkan? Barangkali ada tujuan ?" "Iya pak, Emang sudah memisahkan uang ini selama jadi tukang bakso yang sudah berlangsung hampir 17 tahun. Tujuannya sederhana saja, Emang hanya ingin memisahkan mana yang menjadi hak Emang, mana yang menjadi hak orang lain / tempat ibadah, dan mana yang menjadi hak cita – cita penyempurnaan iman ".
"Maksudnya.. ...?", saya melanjutkan bertanya.
"Iya Pak, kan agama dan Tuhan menganjurkan kita agar bisa berbagi dengan sesama. Emang membagi 3, dengan pembagian sebagai berikut :
1. Uang yang masuk ke dompet, artinya untuk memenuhi keperluan hidup sehari - hari Emang dan keluarga.
2. Uang yang masuk ke laci, artinya untuk infaq/sedekah, atau untuk melaksanakan ibadah Qurban. Dan alhamdulillah selama 17 tahun menjadi tukang bakso, Emang selalu ikut qurban seekor kambing, meskipun kambingnya yang ukuran sedang saja.
3. Uang yang masuk ke kencleng, karena emang ingin menyempurnakan agama yang Emang pegang yaitu Islam. Islam mewajibkan kepada umatnya yang mampu, untuk melaksanakan ibadah haji. Ibadah haji ini tentu butuh biaya yang besar. Maka Emang berdiskusi dengan istri dan istri menyetujui bahwa di setiap penghasilan harian hasil jualan bakso ini, Emang harus menyisihkan sebagian penghasilan sebagai tabungan haji. Dan insya Allah selama 17 tahun menabung, sekitar 2 tahun lagi Emang dan istri akan melaksanakan ibadah haji.
Hatiku sangat...... .....sangat tersentuh mendengar jawaban itu. Sungguh sebuah jawaban sederhana yang sangat mulia. Bahkan mungkin kita yang memiliki nasib sedikit lebih baik dari si emang tukang bakso tersebut, belum tentu memiliki fikiran dan rencana indah dalam hidup seperti itu. Dan seringkali berlindung di balik tidak mampu atau belum ada rejeki.
Terus saya melanjutkan sedikit pertanyaan, sebagai berikut : "Iya memang bagus...,tapi kan ibadah haji itu hanya diwajibkan bagi yang mampu, termasuk memiliki kemampuan dalam biaya....".
Ia menjawab, " Itulah sebabnya Pak. Emang justru malu kalau bicara soal mampu atau tidak mampu ini. Karena definisi mampu bukan hak pak RT atau pak RW, bukan hak pak Camat ataupun MUI.
Definisi "mampu" adalah sebuah definisi dimana kita diberi kebebasan untuk mendefinisikannya sendiri. Kalau kita mendefinisikan diri sendiri sebagai orang tidak mampu, maka mungkin selamanya kita akan menjadi manusia tidak mampu. Sebaliknya kalau kita mendefinisikan diri sendiri, "mampu", maka Insya Allah dengan segala kekuasaan dan kewenangannya Allah akan memberi kemampuan pada kita".
"Masya Allah..., sebuah jawaban elegan dari seorang tukang bakso".
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=9106526
Di kala tangan sedikit berlumuran tanah kotor,...terdengar suara tek...tekk.. .tek...suara tukang bakso dorong lewat. Sambil menyeka keringat..., ku hentikan tukang bakso itu dan memesan beberapa mangkok bakso setelah menanyakan anak - anak, siapa yang mau bakso ?
"Mauuuuuuuuu. ...", secara serempak dan kompak anak - anak asuhku menjawab.
Selesai makan bakso, lalu saya membayarnya. ...
Ada satu hal yang menggelitik fikiranku selama ini ketika saya
membayarnya, si tukang bakso memisahkan uang yang diterimanya. Yang satu disimpan dilaci, yang satu ke dompet, yang lainnya ke kaleng bekas kue semacam kencleng. Lalu aku bertanya atas rasa penasaranku selama ini.
"Mang kalo boleh tahu, kenapa uang - uang itu Emang pisahkan? Barangkali ada tujuan ?" "Iya pak, Emang sudah memisahkan uang ini selama jadi tukang bakso yang sudah berlangsung hampir 17 tahun. Tujuannya sederhana saja, Emang hanya ingin memisahkan mana yang menjadi hak Emang, mana yang menjadi hak orang lain / tempat ibadah, dan mana yang menjadi hak cita – cita penyempurnaan iman ".
"Maksudnya.. ...?", saya melanjutkan bertanya.
"Iya Pak, kan agama dan Tuhan menganjurkan kita agar bisa berbagi dengan sesama. Emang membagi 3, dengan pembagian sebagai berikut :
1. Uang yang masuk ke dompet, artinya untuk memenuhi keperluan hidup sehari - hari Emang dan keluarga.
2. Uang yang masuk ke laci, artinya untuk infaq/sedekah, atau untuk melaksanakan ibadah Qurban. Dan alhamdulillah selama 17 tahun menjadi tukang bakso, Emang selalu ikut qurban seekor kambing, meskipun kambingnya yang ukuran sedang saja.
3. Uang yang masuk ke kencleng, karena emang ingin menyempurnakan agama yang Emang pegang yaitu Islam. Islam mewajibkan kepada umatnya yang mampu, untuk melaksanakan ibadah haji. Ibadah haji ini tentu butuh biaya yang besar. Maka Emang berdiskusi dengan istri dan istri menyetujui bahwa di setiap penghasilan harian hasil jualan bakso ini, Emang harus menyisihkan sebagian penghasilan sebagai tabungan haji. Dan insya Allah selama 17 tahun menabung, sekitar 2 tahun lagi Emang dan istri akan melaksanakan ibadah haji.
Hatiku sangat...... .....sangat tersentuh mendengar jawaban itu. Sungguh sebuah jawaban sederhana yang sangat mulia. Bahkan mungkin kita yang memiliki nasib sedikit lebih baik dari si emang tukang bakso tersebut, belum tentu memiliki fikiran dan rencana indah dalam hidup seperti itu. Dan seringkali berlindung di balik tidak mampu atau belum ada rejeki.
Terus saya melanjutkan sedikit pertanyaan, sebagai berikut : "Iya memang bagus...,tapi kan ibadah haji itu hanya diwajibkan bagi yang mampu, termasuk memiliki kemampuan dalam biaya....".
Ia menjawab, " Itulah sebabnya Pak. Emang justru malu kalau bicara soal mampu atau tidak mampu ini. Karena definisi mampu bukan hak pak RT atau pak RW, bukan hak pak Camat ataupun MUI.
Definisi "mampu" adalah sebuah definisi dimana kita diberi kebebasan untuk mendefinisikannya sendiri. Kalau kita mendefinisikan diri sendiri sebagai orang tidak mampu, maka mungkin selamanya kita akan menjadi manusia tidak mampu. Sebaliknya kalau kita mendefinisikan diri sendiri, "mampu", maka Insya Allah dengan segala kekuasaan dan kewenangannya Allah akan memberi kemampuan pada kita".
"Masya Allah..., sebuah jawaban elegan dari seorang tukang bakso".
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=9106526
Langganan:
Postingan (Atom)